REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga survei Kedai Kopi melakukan survei pada 14 hingga 19 April 2020 terhadap 405 responden di Jabodetabek terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan penanganan Covid-19. Di dalam survei tersebut terlihat sebagian besar responden masih tidak menjalankan imbauan cuci tangan dan diam di rumah.
Direktur Eksekutif Kedai Kopi, Kunto Adi Wibowo menjelaskan, dari responden tersebut hanya sebesar 32,6 persen yang menjalankan imbauan cuci tangan. Selain itu, hanya 25,7 persen yang menjalankan imbauan di rumah saja.
"Kita tanya, upaya apa yang paling penting dan telah anda lakukan untuk mengantisipasi persebaran corona. Yang rajin cuci tangan 32,6 persen, saya sebenarnya berharap ini lebih banyak, tapi ternyata 32,6 persen dari responden kami menyatakan bahwa yg paling penting dan telah dia lakukan adalah cuci tangan," kata Kunto, dalam konferensi daring, Rabu (22/4).
Selain itu, sebanyak 25,4 persen responden menyatakan menggunakan masker saat keluar rumah. Selanjutnya adalah melakukan pembatasan sosial sebesar 12,3 persen responden. Di bawah 10 persen responden menyatakan mereka berjemur, menjaga kebersihan, mengikuti imbauan pemerintah, menggunakan disinfektan, rajin olah raga, dan kegiatan pencegahan lainnya.
"Menurut saya kampanye tentang cuci tangan pakai sabun dan di rumah saja tenyata beum cukup untuk mengubah perilaku kita dari mayoritas penduduk di Jabodetabek," kata Kunto menegaskan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mengungkapkan, dirinya merasa prihatin. Berdasarkan survei tersebut, masih sedikit masyarakat yang peduli dengan pencegahan penyebaran Covid-19.
Saat ini, mestinya masyarakat di tengah wilayah yang diterapkan PSBB lebih peduli dengan lingkungan dan kesehatannya. Namun, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang pemahamannya masih rendah terkait persebaran Covid-19 ini.
"Saya agak sedih dengan datanya Pak Kunto. PSBB rasanya kalau diserahkan ke pemahaman masyarakat masih rendah sekali ini. Tadi yang cuci tangan saja hanya berapa persen, stay at home cuma sekitar 20 persen. Sedih sekali PSBB hanya diserahkan kepada keadaan masyarakat," kata Daeng.
Menurut dia, penting untuk menekankan aturan yang ketat di dalam PSBB sehingga masyarakat lebih disiplin. Kedisiplinan harus benar-benar ditegakkan di tengah masyarakat yang wilayahnya dilakukan PSBB.
PSBB dalam praktiknya di lapangan harus benar-benar diawasi, tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat. Menurutnya, hal yang penting saat ini adalah perhatian dari pimpinan di lapisan paling bawah seperti RT/RW atau kelurahan.
Ia mengapresiasi upaya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) dalam menguatkan peran kepala desa mencegah Covid-19. Menurut dia, ini adalah langkah yang penting agar masyarakat benar-benar memiliki kesadaran menjaga diri di tengah menyebarnya wabah Covid-19.
Di dalam penguatan peran kepala desa tersebut, juga ada kewajiban untuk membantu isolasi mandiri warganya. Daeng berpendapat, langkah ini apalbila serempak dilakukan dengan satu komando dari kepala daerah masing-masing maka PSBB akan semakin kuat. Ia pun berharap langkah ini terus didorong dan bisa diterapkan di seluruh lapisan terbawah masyarakat.
"Ada tiga program yang strategis untuk menunjang PSBB. Ada program pos jaga, kalau semua dosea melakukan itu luar biasa. Membantu tracing, dan kepala desa ikut kontrol," kata Daeng menambahkan.