REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO -- Brasil menjadi pusat penyebaran virus corona terbaru. Penambahan kasus infeksi dan korban terus melonjak, menempatkan negara terbesar Amerika Latin ini menjadi salah satu titik panas pandemi dunia.
Para pejabat medis di Rio de Janeiro dan setidaknya empat kota besar lainnya telah memperingatkan sistem rumah sakit berada di ambang kehancuran. Wilayah-wilayah tersebut sudah terlalu kewalahan untuk menerima pasien lagi dalam perawatan.
Pakar kesehatan memperkirakan jumlah infeksi di negara itu berpenduduk 211 juta orang ini akan jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan. Kondisi ini terjadi karena pengujian tes virus corona tertunda.
Kementerian Kesehatan Brasil telah mengonfirmasi hampir 53 ribu kasus dan lebih dari 3.600 kematian. Menurut perhitungan resmi, negara itu mengalami hari terburuk pada Kamis (23/4) dengan sekitar 3.700 kasus baru dan lebih dari 400 kematian.
Asisten profesor kedokteran sosial di Universitas Sao Paulo, Domingos Alves, memperingatkan bahwa pengujian sedikit berarti menunjukkan jumlah infeksi sebenarnya jauh lebih besar. Pengujian pun membutuhkan waktu lama, sehingga angka saat ini sebenarnya mencerminkan kematian yang terjadi satu atau dua minggu lalu.
"Kami sedang melihat foto masa lalu. Oleh karena itu, jumlah kasus di Brasil mungkin bahkan lebih besar daripada yang kami prediksi," kata Alves.
Para ilmuwan dari Universitas Sao Paulo, Universitas Brasilia, dan lembaga lainnya mengatakan jumlah sebenarnya orang yang terinfeksi virus pada minggu ini mungkin sebanyak 587.000 hingga 1,1 juta orang. Sedangkan Kementerian Kesehatan mengatakan pada awal bulan ini, bahwa mereka memiliki kapasitas untuk menguji 6.700 orang per hari, padahal butuh 40.000 pengujian per hari ketika virus memuncak.
Sementara itu, Presiden Brasil Jair Bolsonaro tidak menunjukkan tanda-tanda desakan untuk mengambil langkah dalam mengatasi Covid-19. Dia masih menganggap penyakit yang diakibatkan virus korona berdampak kecil dan yang berisiko hanya perlu diisolasi. Anggapan itu pun membuatnya menilai jarak sosial tidak diperlukan untuk menghentikannya.
Pejabat wilayah Manaus, kota terbesar di Amazon, mengatakan, sebuah pekuburan telah dipaksa untuk menggali kuburan massal karena ada begitu banyak kematian. Pekerja telah mengubur 100 mayat sehari, tiga kali lipat rata-rata pemakaman normal.
Pengemudi untuk penyedia layanan penguburan di Manaus, Ytalo Rodrigues mengatakan, telah mengambil satu demi satu mayat selama lebih dari 36 jam, tanpa istirahat. Ada begitu banyak kematian, sehingga pemiliki transportasi pengangkutnya perlu menambah armada.
Petugas kesehatan pun saat ini sudah mulai kewalahan, pasien memadati rumah sakit. Negara bagian Rio, hanya satu dari tujuh rumah sakit untuk menangani Covid-19 yang masih mampu menerima pasien. Sebanyak enam rumah sakit rujukan sudah penuh dan hanya dapat menerima pasien baru begitu yang lain pulih atau meninggal.
Rio berencana untuk membuka rumah sakit lapangan pertamanya, dengan 200 tempat tidur, setengah disediakan untuk perawatan intensif. Rumah sakit lain yang didirikan di samping stadion sepak bola bersejarah Maracana akan menawarkan 400 tempat tidur mulai bulan depan.
Sedangkan di Amazon, saat jumlah kasus meningkat di ibu kota negara bagian Para pada pekan ini, setidaknya 200 staf medis telah terinfeksi. Laporan media G1, pemerintah telah aktif mencari pengganti untuk mempekerjakan lebih banyak dokter.
Bolsonaro terus menolak prediksi pejabat kesehatan tentang penyebaran virus di negara itu. Pekan lalu, presiden memecat menteri kesehatan yang telah mendukung langkah-langkah melawan Covid-19 dan menggantikannya dengan seorang advokat untuk membuka kembali perekonomian.
Sikap Bolsonaro mendorong perlunya mengembalikan orang ke tempat kerja ketika angka pengangguran terus menaik. Dia menyatakan, perjuangan untuk membuka kembali bisnis adalah risiko yang diambilnya, dilansir dari AP.