REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan tiga permohonan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu 1/2020), Selasa (28/4). Ketua Majelis Hakim Panel, Aswanto mengatakan, berdasarkan protokol organisasi kesehatan dunia (WHO), jika ada persidangan yang dianggap penting maka bisa tetap dilakukan.
"Oleh sebab itu, rapat kami menganggap bahwa ini adalah salah satu perkara yang atau tiga perkara yang dianggap urgen. Maka, kami tetap melakukan persidangan," ujar Aswanto saat membuka sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Ia mengatakan, sidang tersebut terbuka untuk umum yang dapat diakses melalui siaran langsung di akun media sosial resmi MK. Aswanto juga meminta maaf kepada para pemohon lain yang perkaranya sudah diregistrasi tetapi belum disidangkan hingga kini.
"Oleh sebab itu, karena ini ditonton oleh masyarakat umum, kepada ibu/bapak yang mempunyai permohonan yang sudah diregistrasi tapi sampai sekarang belum disidangkan, kami tidak bermaksud untuk melanggar hak konstitusional ibu/bapak," kata Aswanto.
MK telah menerima tiga permohonan uji konstitusionalitas Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Pertama, permohonan diajukan sejumlah pemohon perseorangan, diantaranya Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dkk dengan Nomor 23/PUU-XVIII/2020. Kedua, permohonan Nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan sejumlah organisasi masyarakat, yakni Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA).
Kemudian MK menerima permohonan dari Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan Nomor 25/PUU-XVIII/2020. Para pemohon menilai Pasal 27 Perppu 1/2020 berpotensi menjadikan pejabat atau penguasa seperti Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) kebal hukum.
Sebab, Pasal 27 Perppu 1/2020 menyebut KSSK atau pun pejabat pelaksana Perppu tersebut tidak dapat dituntut baik secara pidana dan perdata. Selain kewenangan yang dinilai kebal hukum, Pasal 27 Perppu 1/2020 juga dinilai berpotensi memunculkan korupsi.
Hal itu karena adanya Pasal 27 ayat (1) terutama frasa “bukan merupakan kerugian negara”. Tak hanya itu, pasal tersebut juga dinilai tidak memiliki urgensi dan alasan hukum yang kuat.
Sebab, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur keuangan negara dalam kondisi tidak normal atau darurat sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5). Para Pemohon juga mendalilkan bahwa Perppu 1/2020 tidak memenuhi tiga syarat “kegentingan memaksa” sebagai parameter perlunya Presiden menerbitkan sebuah Perppu berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.