REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memperpanjang masa darurat nasional hingga 31 Mei. Ia mengatakan, turunnya jumlah kasus baru infeksi virus corona tidak cukup untuk mengakhiri kebijakan yang bertujuan memutus rantai penularan.
Namun, karantina nasional yang terlalu lama dapat mengguncang perekonomian terbesar ketiga di dunia itu. Abe berjanji akan mengakhiri karatina lebih cepat bila pakar memberi saran demikian dalam rapat gugus tugas virus corona pada 14 Mei mendatang.
Ia juga mengatakan bahwa kebijakan karantina wilayah dapat sedikit dilonggarkan di beberapa daerah yang tingkat penularannya rendah. Perpustakaan dan museum di seluruh Jepang juga dapat dibuka kembali dengan syarat membatasi pengunjung yang masuk.
"Mei akan menjadi bulan ketika kami akan mengakhiri pandemi ini. Ini juga bulan ketika kami akan mempersiapkan langkah berikutnya," kata Abe dalam konferensi pers, Senin (4/5).
Di sebelah Abe duduk pakar terkemuka dan penasihatnya, Shigeru Omi. Ia mengatakan, jumlah kasus infeksi menurun bahkan saat pemeriksaan diperluas.
Namun, Omi mengakui setiap harinya Jepang hanya memeriksa setengah dari kapasitas pemeriksaan mereka yang sebanyak 15 ribu orang. Ia meminta masyarakat untuk menjaga jarak satu sama lain, mengenakan masker, dan selalu mencuci tangan.
Walaupun tidak seperti pusat-pusat wabah di Eropa dan Amerika Serikat, berdasarkan data stasiun televisi NHK jumlah kasus infeksi di Jepang sudah mencapai 15.965 dan 568 kasus kematian. Abe meminta masyarakat untuk bersiap menghadapi pertempuran yang berlangsung lama melawan virus corona. Ia meminta warga Jepang untuk terus menerapkan imbauan pembatasan sosial.
Abe mengatakan, masyarakat dalam era virus corona harus mengadopsi "gaya hidup baru". Pemerintah Jepang menggelontorkan anggaran sebesar 1,1 triliun dolar AS sebagai dana stimulus bagi perusahaan dan masyarakat yang terpukul pandemi maupun kebijakan karantina nasional.