REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM menyatakan meski tidak ada pandemi Covid-19, pihaknya tetap akan mengeluarkan sebanyak 69.358 narapidana melalui program asimilasi dan integrasi pada 2020. Kebijakan itu sesuai dengan resolusi yang telah dicanangkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) untuk tahun ini.
"Sebenarnya apabila tidak ada pandemi Covid-19, dengan resolusi Pemasyarakatan, 69.358 orang akan kita berikan asimilasi dan integrasi secara bertahap hingga akhir tahun 2020, ini sudah dilaksanakan juga," ujar Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen PAS, Yunaedi, dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (6/5).
Yunaedi menjelaskan, program pengeluaran narapidana melalui asimilasi dan integrasi telah dicanangkan oleh Ditjen PAS sejak awal 2020. Alasannya, "penyakit" kelebihan kapasitas yang terus menjangkiti lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan).
Berdasarkan data Ditjen PAS, jumlah narapidana pada Maret 2020 tercatat berjumlah 270.231 orang. Sementara kapasitas rutan maupun lapas hanya mampu menampung 132.107 orang. Dengan kata lain, persentase kelebihan kapasitas di lapas maupun rutan mencapai 106 persen.
Oleh karena itu, Ditjen PAS mengeluarkan kebijakan untuk mengeluarkan lebih dari 69 ribu narapidana melalui program asimilasi dan integrasi pada 2020 untuk menekan angka kelebihan kapasitas tersebut. Namun, kata dia, di tengah-tengah berjalannya program tersebut, terjadi wabah Covid-19 di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
"Ternyata kondisi ini di tengah-tengah perjalanan program yang akan kita laksanakan melalui resolusi ini, di bulan Maret Indonesia termasuk salah satu yang harus berhadapan dengan masalah pandemi Covid-19, di mana kondisi over kapasitas di lapas dan rutan masih dialami sekitar 106 persen," kata dia.
Guna mencegah penyebaran Covid-19 di lapas, rutan, maupun lembaga pembinaan khusus anak (LPKA), Kementerian Hukum dan HAM kemudian mengeluarkan kebijakan pengeluaran narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi di tengah Covid-19.
Yunaedi mengatakan, program tersebut berhasil mengurangi persentase kelebihan kapasitas di lapas dan rutan hingga 30 persen. Berdasarkan data pada 1 Mei 2020, jumlah narapidana penghuni lapas dan rutan sebanyak 232.526 orang.
"Berdasarkan data pada 30 April 2030 pukul 08.00 WIB, itu kita sudah melaksanakan asimilasi dan integrasi sebanyak 39.193 orang. Tentu dampak pengeluaran ini, dari over kapasitas 270 ribu sekian, maka menurun menjadi 232 ribu sekian. Dari over crowded, dari 106 persen menjadi 76 persen," kata Yunaedi.
Dia menambahkan, program pengeluaran narapidana melalui asimilasi dan integrasi tersebut akan terus dilakukan secara bertahap. Pihaknya menargetkan sebanyak 40.329 narapidana dan anak akan menyelesaikan program asimilasi pada akhir tahun 2020.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan, bahwa pengeluaran narapidana (napi) dan anak melalui program asimilasi dan integrasi sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19. Pembebasan juga untuk mengurangi angka kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan negara (rutan), maupun lembaga pemasyarakatan khusus anak (LPKA).
Yasonna mengatakan adanya kelebihan kapasitas membuat pembatasan fisik dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 tidak bisa berjalan. Sehingga, diperlukan langkah-langkah strategis dalam upaya membuat jarak antarnapi di dalam lapas, rutan maupun LPKA.
"Pertama kali yang harus dilakukan adalah creating space pada seluruh lapas, rutan dan LPKA yang saat ini mengalami overcrowded. Maka dari itu saya menginstruksikan segera pada jajaran pemasyarakatan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan, dari mulai penyiapan bilik sterilisasi, penghentian sementara penerimaan tahanan, subtitusi layanan kunjungan dengan layanan daring, pelaksanaan sidang online, sampai pada kebijakan program asimilasi dan integrasi melalui Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020," ujar Yasonna dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (27/4).