REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut keterangan saksi Miftahul Ulum yang merupakan asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi di persidangan akan menjadi alat bukti. Ulum dalam persidangan sebelumnya mengungkap aliran dana ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung (Kejakgung).
"Keterangan saksi di bawah sumpah di depan persidangan tentu menjadi satu keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Ahad (17/5).
Namun, kata dia, keterangan saksi Ulum tersebut juga harus ada persesuaian dengan keterangan dari saksi lainnya, alat bukti penunjuk maupun keterangan terdakwa Imam Nahrawi.
"Namun demikian, adanya asas hukum satu saksi bukan lah saksi maka tentu harus dilihat pula dari sisi alat bukti lainnya. Setidaknya ada persesuaian keterangan saksi lainnya, alat bukti petunjuk ataupun keterangan terdakwa (Imam Nahrawi)," ungkap dia.
Ia menyatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tentu sudah mencatat dengan baik keterangan saksi Ulum tersebut. Oleh karena itu, nantinya dari seluruh fakta persidangan akan dilakukan analisa yuridis lebih lanjut dalam surat tuntutannya.
KPK pun memastikan pengembangan perkara akan dilakukan jika setelah seluruh pemeriksaan perkara dalam persidangan ini selesai kemudian berdasarkan fakta-fakta hukum maupun pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya ditemukan minimal setidaknya adanya dua alat bukti permulaan yang cukup.
"Maka tentu KPK tak segan untuk menentukan sikap berikutnya dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka," ujar Ali.
KPK pun mengharapkan masyarakat tetap terus dapat mengikuti proses persidangan perkara ini hingga putusan Majelis Hakim dijatuhkan. Sebelumnya, Ulum mengakui menerima uang dari mantan Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Johnny E Awuy.
"Dulu dalam BAP (Berita Acara Pemeriksa) saudara mengelak, sekarang saudara mengakui menerima ATM dari Jhony, kenapa dulu saudara mengelak?" tanya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Prasetya dalam persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (15/5).
"Karena waktu itu kejadiannya Pak Jhony memang memberikan saya ATM, lalu saya akui di persidangan ini, saya berniat untuk berkata jujur," jawab Ulum di Gedung KPK.
Ulum menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI. Dalam dakwaan Bendahara KONI Johnny E Awuy disebutkan mengirimkan Rp10 miliar dan sesuai arahan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, uang Rp9 miliar diserahkan kepada Imam melalui Miftahul Ulum, yaitu sebesar Rp3 miliar diberikan Johnny kepada Arief Susanto selaku suruhan Ulum di Kantor KONI Pusat; Rp3 miliar dalam bentuk 71.400 dolar AS dan 189.000 dolar Singapura diberikan Ending melalui Atam kepada Ulum di Lapangan Golf Senayan; dan Rp3 miliar dimasukkan ke amplop-amplop diberikan Ending ke Ulum di lapangan bulu tangkis Kemenpora RI.
Tujuan pemberian suap itu adalah agar Kemenpora mencairkan proposal pengawasan dan pendampingan sejumlah Rp51,592 miliar, sehingga cair Rp30 miliar.
"Di BAP 53 huruf c, saudara mengatakan 'saya tetap di sini gak papa yang penting dia lolos, saya akan mengakui uang yang belasan juta, saya akui yang 10 juta, 20 juta yang gede-gede gak akan saya akui, di luar itu gak saya akui, yang penting dia lolos', kalimat yang anda maksud siapa?" tanya jaksa Agus.
"Dia itu karena yang bermasalah KONI dan Kemenpora, dia itu sebenarnya ada Pak Menteri, ada Kejaksaan Agung, ada BPK, ada 3 orang ini yang perlu dilindungi waktu itu," jawab Ulum.
"Maksud saudara biar kasus ini sampai Pak Mulyana saja?" tanya jaksa Agus.
"Ya memang begitu, karena urusan BPK dan Kejaksaan Agung di Pak Mulyana dan KONI," jawab Ulum.
"Jangan sampai Pak Menteri?" tanya jaksa Agus.
"Ya, karena ada temuan di sana yang harus segera diselesaikan, Kejaksaan Agung sekian, BPK sekian dalam rangka pemenuhan penyelesaian perkara," jawab Ulum.
"Saudara saksi saudara saksi saudara saksi detail ya, untuk BPK berapa?" tanya hakim Rosmina.
"Untuk BPK Rp3 miliar, Kejaksaan Agung Rp7 miliar yang mulia, karena mereka bercerita permasalahan ini tidak ditanggapi Sesmenpora kemudian meminta tolong untuk disampaikan ke Pak Menteri, saya kemudian mengenalkan seseorang ke Lina meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan itu dulu," jawab Ulum.