REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, Amerika Selatan telah menjadi episentrum baru dari pandemi virus corona atau Covid-19, Jumat (22/5). Hal itu disimpulkan menyusul lonjakan jumlah infeksi Covid-19 yang terus meningkat setiap harinya di wilayah negara-negara Amerika Selatan.
"Dalam arti tertentu, Amerika Selatan telah menjadi episentrum baru untuk penyakit ini. Kami telah melihat banyak negara Amerika Selatan dengan jumlah kasus yang terus meningkat," ujar direktur kedaruratan WHO Mike Ryan dalam konferensi pers virtual dikutip Channel News Asia, Sabtu (23/5).
"Jelas ada kekhawatiran di banyak negara itu, tetapi jelas yang paling terpengaruh adalah Brasil pada saat ini," ujarnya menambahkan.
Angka kematian baru dari virus korona baru di Brasil melampaui 21 ribu per Jumat. Negara pimpinan Jair Bolsonaro itu pun telah mencatat lebih dari 330 ribu kasus. Para ahli mengatakan kurangnya pengujian berarti angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.
Dengan angka infeksi dan kematiannya tang meningkat tajam, negara dengan 210 juta ini menempati urutan kedua di dunia dalam hal total kasus, di belakang Amerika Serikat dan Rusia. Jumlah korban tewas telah berlipat ganda hanya dalam 11 hari, menurut data resmi.
"Sebagian besar kasus berasal dari wilayah Sao Paulo. Tetapi dalam hal tingkat kasus, tingkat tertinggi sebenarnya di Amazonas: Sekitar 490 orang terinfeksi per 100 ribu populasi, yang cukup tinggi," kata Ryan tentang negara bagian barat laut Brasil yang luas.
Kementerian kesehatan Brazil telah merekomendasikan penggunaan obat anti malaria Chloroquine dan hydroxychloroquine untuk mengobati kasus-kasus Covid-19 yang ringan sekalipun. Perawatan itu didorong oleh Presiden Jair Bolsonaro meskipun kurangnya bukti konklusif tentang keefektifannya.
Namun, Presiden AS Donald Trump pada Senin lalu membuat pengumuman mengejutkan bahwa ia menggunakan hydroxychloroquine, meskipun para ahli pemerintahnya sendiri mengatakan itu tidak cocok untuk memerangi virus corona. Ryan menekankan bahwa baik hydroxychloroquine maupun chloroquine tidak terbukti efektif dalam pengobatan Covid-19 atau dalam profilaksis terhadap penyakit tersebut.
Kedua obat tersebut termasuk beberapa yang terlibat dalam uji klinis terkoordinasi WHO untuk menemukan perawatan yang efektif untuk penyakit ini. Sekitar 3.000 pasien ikut serta dalam uji coba di 320 rumah sakit di 17 negara.
"Ulasan klinis dan sistematis kami saat ini yang dilakukan oleh Pan American Health Organization, dan bukti klinis saat ini, tidak mendukung meluasnya penggunaan hydroxychloroquine untuk pengobatan Covid-19, tidak sampai uji coba selesai dan kami memiliki hasil yang jelas," kata Ryan.