REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD – Kondisi pangan di Irak kian memprihatinkan di tengah pandemi wabah virus Covid-19. Irak yang dipimpin Presiden Barham Salih saat ini hanya memiliki 190 ribu ton beras yang tersedia di kasnya untuk program bantuan pangan.
Hal itu disampaikan Kementerian Perdagangan Irak dalam sebuah pernyataan sebagaimana dilansir dari Arabnews, Senin (1/6). Irak membutuhkan sekitar 1 sampai 1,25 juta ton beras per tahun untuk mendukung inisiatif pendistribusian makanan.
Pada Maret lalu, Kementerian Perdagangan Irak mengajukan permohonan pendanaan dari anggaran negara untuk membangun persediaan strategis gandum dan beras selama tiga bulan. Ini dinilai perlu ketika Irak bergulat dengan penyebaran pandemi virus Covid-19.
Kementerian tersebut menyatakan bahwa alokasi pendanaan itu sangat penting karena sebetulnya dibutuhkan lebih banyak uang untuk menjaga ketahanan pangan negaranya. Pernyataan itu juga mengakui, banyak warga Irak yang berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan makanannya.
"(Anggaran itu sangat penting) meski memang sulit dilakukan. Karena banyak warga Irak berjuang untuk menyediakan makanan sehari-hari karena kondisi ekonomi yang sulit di tengah krisis coronavirus."
Irak adalah pembeli utama gandum dan beras di Timur Tengah. Namun kini secara politis mengalami mandeg setelah mantan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi digulingkan oleh protes anti-korupsi nasional. Situasi ini menghambat upaya untuk mendapatkan anggaran negara yang disetujui sebelum dimulainya tahun kalender.
Dewan biji-bijian Irak, yang berada di bawah Kementerian Perdagangan, pun mengadakan tender internasional reguler untuk mengimpor gandum dan beras. Impor ditujukan untuk program pendistribusian pangan, yang juga mencakup minyak goreng, tepung dan gula.