REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan memungkinkan melaksanakan sholat Jumat secara bergelombang di masa pandemi virus corona atau Covid-19. Sebab hukum Islam selalu memberikan solusi dalam berbagai kondisi.
Ketua Komisi Fatwa MUI KH Hasanuddin AF mengatakan, pelaksanaan sholat Jumat bergelombang tergantung situasi dan kondisi. Kalau kondisi memaksa mengharuskan umat melaksanakan sholat Jumat bergelombang, maka boleh dilaksanakan.
Ia menjelaskan, sekarang masjid boleh digunakan tapi tidak boleh diisi penuh, jamaahnya bisa setengahnya atau sepertiganya. Sehingga kemungkinan masjid atau tempat untuk sholat Jumat berkurang.
"Maka bagaimana lagi, apakah yang lain harus nggak shalat Jumat atau berdesak-desakan dan berkerumun lagi (di masjid)? Nanti lebih parah lagi pandemi corona ini," kata KH Hasanuddin kepada Republika.co.id, Rabu (3/6).
Ia menjelaskan, hukum Islam selalu memberi jalan keluar atau solusi. Buktinya yang haram pun menjadi boleh ketika dalam kondisi darurat.
Ia menegaskan, jadi selalu ada ruang dalam hukum Islam kalau memang sangat diperlukan dan kondisi tidak memungkinkan. Masjid-masjid akan cepat penuh kalau jamaah sholat Jumat hanya boleh setengah atau sepertiganya, maka solusinya sholat Jumat bergelombang.
"Karena waktu sholat Jumat sama dengan waktu sholat zhuhur, pukul 14.00 pun masih bisa sah (sholat Jumat), sholat Jumat dua atau tiga gelombang kalau diperlukan, kenapa tidak," ujarnya.
Ia menjelaskan, bisa saja gelombang pertama sholat Jumat pukul 12.00 sampai 13.00 Kemudian gelombang kedua sholat Jumat pukul 13.00 sampai 14.00. Selama masih ada waktu sholat zhuhur, maka waktu sholat Jumat masih ada.
Meski sholat Jumat dilaksanakan bergelombang, KH Hasanuddin mengingatkan, sholat Jumat tetap dilaksanakan sesuai aturan syariah. Namun, karena sekarang masa pandemi Covid-19, maka khutbah Jumat dipersingkat dan bacaan shalat pilih surah-surah pendek saja. Selain itu protokol kesehatan tetap dilaksanakan untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.