REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mewanti-wanti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan tahapan verifikasi faktual dukungan pasangan calon perseorangan. Jika KPU akan melakukan verifikasi secara daring dengan tidak melibatkan pengawas sejak awal, maka bisa berpotensi terjadi sengketa.
"Kami sebagai Bawaslu mengatakan bahwa verifikasi daring itu berpotensi adanya sengketa apabila pengawas pemilu tidak dilibatkan sejak awal," ujar Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar dalam sosialisasi pilkada secara virtual, Jumat (19/6).
Peraturan KPU (PKPU) tentang pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19 hingga kini belum diundangkan. Padahal, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan akan dilaksanakan pada 24 Juni mendatang.
Menurut Fritz, dalam rancangan PKPU tersebut, KPU memberikan tiga opsi untuk melaksanakan verifikasi. Salah satunya, para pasangan calon dapat dikumpulkan dalam satu desa dan kemudian dilakukan verifikasi daring oleh penyelenggara pemilu.
Fritz mengatakan, jajaran pengawas di daerah harus diberikan akses terhadap data verifikasi itu. Hal ini juga untuk mengantisipasi sengketa yang diajukan pasangan calon nantinya.
"Padahal, kita jangan lupa bahwa calon perseorangan juga calon yang haknya dilindungi oleh undang-undang," kata dia.
Dengan demikian, proses pengawasan verifikasi faktual secara daring bisa maksimal seperti yang dilakukan dengan tatap muka langsung ke pendukung. Pada saat itu, pengawas dapat turun langsung ke lapangan mendampingi para petugas penyelenggara pilkada.
"Jadi tahu ini mendukung atau tidak mendukung, tapi apabila akses tersebut tidak diberikan maka potensi sengketa itu akan muncul," lanjut Fritz.
Diketahui, tahapan pilkada ditunda sejak Maret lalu karena pandemi Covid-19. Sehingga pemungutan suara serentak di 270 daerah diundur menjadi 9 Desember 2020 dari jadwal semula 23 September. Tahapan pemilihan lanjutan kemudian dilaksanakan pada 15 Juni 2020.