REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi General Manager (GM) Sandiego Hills, Edward Danny Suhenda, terkait dugaan adanya pembelian lahan makam yang diperuntukkan bagi mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadidan istrinya Tin Zuraida. KPK memeriksa GM Sandiego Hills sebagai saksi untuk tersangka Hiendra Soenjoto.
"Penyidik mengkonfirmasi saksi terkait dugaan adanya pembelian lahan makam yang diperuntukkan bagi Tin Zuraida(TZ) dan tersangka Nurhadi(NHD)," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (22/6).
Edward memenuhi panggilan KPK dan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO), dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016. Selain Edward, KPK juga memanggil GM Sandiego Hills lainnya bernama Andy Kurniawan, namun yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Penyidik KPK hari ini juga memeriksa satu orang saksi, yakni notaris bernama Rismalena Kasri. Dia diperiksa untuk tersangka Nurhadi. "Terhadap saksi yang bersangkutan, penyidik mengkonfirmasi mengenai kepemilikan aset-aset uang diduga milik tersangka Nurhadi," ujarnya.
Mantan Sekretaris MA Nurhadi (NHD) dan menantunya, Rezky Herbiyono (RHE), beserta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto telah dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020. Tersangka Nurhadi dan Rezky ditangkap tim KPK di Jakarta, Senin (1/6).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada tanggal 16 Desember 2019. Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Akumulasi yang diduga diterima kurang lebih Rp46 miliar.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).