REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen, Stanislaus Riyanta menilai sudah tepat jika Badan Intelijen Negara (BIN) berada langsung di bawah presiden. Menurutnya, BIN memang merupakan lembaga yang bertugas memberikan laporan terutama potensi ancaman kepada kepala negara.
"Jadi Perpres No 73 Tahun 2020 yang menempatkan BIN langsung di bawah Presiden itu sudah tepat, sesuai tugas dan sifat dari BIN dan mendukung semangat efisiensi birokrasi," kata Stanislaus Riyanta di Jakarta, Ahad (19/7).
Stanislaus mengungkapkan, klien atau pelanggan tunggal BIN adalah kepala negara. Dia mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) tersebut telah menempatkan lembaga intelijen nasional itu ke dalam fungsi dan tatanan yang benar.
Ia menilai, justru menjadi kurang tepat ketika BIN berada di bawah lembaga selain Presiden. Dia menjelaskan, hal tersebut akan memperpanjang birokrasi yang kurang tepat untuk penyampaian produk yang sifatnya strategis dan rahasia kepada Presiden.
"Karena single client dan end usernya adalah Presiden, dan sifat dari produk BIN adalah rahasia dan strategis, maka sudah tepat jika BIN langsung di bawah Presiden," ujarnya.
Stanislaus mengatakan, Perpres tersebut juga tidak bertentangan dengan UU nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dia mengatakan, pasal 27 disebutkan bahwa Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
"Jadi Perpres 73 Tahun 2020 sejalan dengan UU No 17 Tahun 2011 terutama pada pasal 27," ucapnya.
Seperti diketahui, presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam). Pasal 4 dari Perpres 73 Tahun 2020 menghilangkan kewenangan Menkopolhukam untuk mengoordinasikan BIN. Perpres baru ini menyebutkan bahwa BIN kini berada langsung di bawah kewenangan kepala negara.
Dalam Perpres sebelumnya, yakni Perpres Nomor 43 Tahun 2015 dalam pasal 4 menyebutkan bahwa menkopolhukam mengoordinasikan 10 kementerian/lembaga, yakni Kementerian dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kemudian, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kejaksaan Agung, BIN, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan instansi lain yang dianggap perlu.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook