Rabu 05 Aug 2020 06:48 WIB

Antara Calon Tunggal dan Kotak Kosong

Dalam pilkada ada gerakan yang mengatasnamakan pendukung kotak kosong.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Tim Kuasa Hukum calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makasar, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (kiri) mangajukan permohonan atas sengketa Pilkada di Makasar melawan kotak kosong, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Galih Pradipta
Tim Kuasa Hukum calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makasar, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (kiri) mangajukan permohonan atas sengketa Pilkada di Makasar melawan kotak kosong, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Prabumulih, Titi Marlinda, menceritakan dinamika pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong pada Pilkada 2018 lalu. Salah satunya, KPU dianggap tidak melakukan sosialisasi, selain ada satu calon kepala daerah, pemilih bisa mencoblos kotak kosong.

"Kemudian kami juga difitnah tidak menyosialisasikan kotak kosong," ujar Titi dalam diskusi virtual, Selasa (4/8).

Menurut dia, KPU Prabumulih melakukan sosialisasi pencoblosan dengan membawa contoh surat suara. Contoh surat suara dengan satu gambar pasangan calon kepala daerah dan satu gambar kotak kosong.

Dia mengatakan, pemilih dapat menentukan pilihan antara memilih pasangan calon dan kotak kosong. Jika calon tunggal tidak sesuai dengan pilihan pemilih, maka dapat dicoblos gambar kotak kosong, memilih kotak kosong tidak sama dengan golongan putih (golput).

"Karena kalau ibu-ibu tidak senang dengan yang ini (calon tunggal) ibu bisa pilih yang ini (kotak kosong). Seperti itu kira-kira. Jadi disosialisasikan juga bahwa kotak kosong itu layak untuk dicoblos," kata Titi.

Dia juga mengatakan, waktu tahapan masa kampanye di Prabumulih, disemarakkan dengan adanya relawan kotak kosong yang disebut aliansi koko. Mereka merupakan kumpulan orang atau relawan yang menyosialisasikan kotak kosong.

Mereka mendirikan banyak losko-posko kemudian kerap mengadakan konsolidasi bersama relawan yang lain. Akan tetapi, saat mereka melakukan pelanggaran pilkada, subjek hukum kotak kosong menjadi tidak jelas.

Hal itu pula yang terjadi di Kota Makassar pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) 2018 lalu. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar, Mursari mengatakan, pihaknya menerima laporan dari pasangan calon tunggal terhadap kotak kosong.

Sebab, ada gerakan yang mengatasnamakan pendukung kotak kosong. Akan tetapi, karena tidak ada regulasi atau kedudukan hukum kotak kosong, maka laporan tidak cukup bukti dan sebagainya.

"Kami dianggap tidak menindaklanjuti laporan dari pasangan calon yang dilaporkan itu adalah kolom kosong. Kami punya kendala karena kita tidak tahu subjek kolom kosong ini siapa," tutur dia.

Untuk kali pertama dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia, kotak kosong unggul di Pilwakot Makassar 2018 lalu. Kotak kosong mengalahkan calon tunggal pasangan Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal.

Belakangan, kotak kosong santer diperbincangkan setelah putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka mendapatkan rekomendasi maju dalam Pilwakot Solo 2020. Gibran dan wakilnya, Teguh Prakosa disebut-sebut akan menjadi calon tunggal dan melawan kotak kosong.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement