Rabu 19 Aug 2020 09:19 WIB

Sukses Menumbuhkan Semangat Literasi Anak-Anak Pemulung

Siswa SD Dinamika Indonesia yang didominasi anak pemulung senang membaca buku.

Red: Erik Purnama Putra
Siswa SD Dinamika Indonesia belajar mewarnai di Taman Baca Albert Einstein.
Foto: @ka_rila
Siswa SD Dinamika Indonesia belajar mewarnai di Taman Baca Albert Einstein.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra

Senyum Nadia dan Anisa masih membekas di benak Bu Anisyah. Kedua siswa kelas IV Sekolah Dasar (SD) Dinamika Indonesia ini, selama ini menjadi pengunjung rutin Taman Baca Albert Einstein. Keduanya tidak bisa dipisahkan jika sudah asyik membaca buku di perpustakaan sekolah.

Nadia dan Anisa memang kawan akrab yang senasib. Keduanya memiliki orang tua yang sama-sama bekerja sebagai pemulung di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Adapun SD Dinamika Indonesia berlokasi di Jalan Pangkalan V Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, yang hanya selemparan batu dari gunungan sampah terbesar di Indonesia tersebut.

Meski berasal dari keluarga marginal, menurut Anisyah, baik Nadia dan Anisa sama-sama gemar membaca. Latar belakang ekonomi keduanya yang berasal dari keluarga prasejahtera tidak menyurutkan minat dalam menuntut ilmu.

"Dua nama siswa ini tidak bisa pisah, baik di dalam kelas dan di perpustakaan," kata Anisyah, staf perpustakaan SD Dinamika Indonesia yang diberi nama Taman Baca Albert Einstein ini saat diwawancara Republika, belum lama ini.

Taman baca menjadi lokasi berkumpulnya siswa saat jam istirahat maupun pulang sekolah. Beragam buku bertema anak-anak, pengetahuan umum, komik, hingga pendidikan yang berjumlah ribuan, meski tidak semuanya dipajang di rak buku, membuat siswa tergerak untuk menyentuh, membuka, dan membacanya isinya yang dirasa menarik perhatian mereka.

Gara-gara pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah yang berdiri sejak 1995 ini dihentikan sejak pertengahan Maret lalu. Anisyah pun merasa kangen dengan keceriaan siswa kelas 1 sampai 6 SD Dinamika Indonesia yang memenuhi taman baca berukuran sekitar 6x4 meter persegi (m2) ini.

"Banyak yang datang ke sini tidak hanya membaca, tapi minta dibacain. Ya rata-rata karena memang belum bisa baca, dan itu banyak, karena memang dari keluarga pemulung," ucap Anisyah.

Anisyah sudah hapal dengan karakter berbagai siswa yang mengunjungi taman baca. Koleksi buku yang bermacam-macam membuat siswa SD Dinamika Indonesia tergerak untuk membuka lembaran demi lembaran. Jika ada siswa yang berusaha mendekati Anisyah, hal itu tanda mereka minta diajari cara mengeja huruf dengan baik dan benar.

"Banyak kesan di sini, karena dari kelas I sampai VI kadang ada yang bisa belum baca. Pengalaman bisa mengajari mereka masya Allah luar biasa," kata Anisyah yang bertugas sebagai penjaga taman baca sejak 20 Juli 2017 ini.

Anisyah yang juga kadang masih ikut memulung tak bisa membayangkan betapa bersyukurnya bisa membawa siswa ke tahapan terlepas dari status buta aksara. Hal itu terjadi lantaran siswa terdorong ingin membaca berkat ketersediaan berbagai macam buku yang sesuai dengan minatnya di Taman Baca Albert Einstein.

"Perasaan puas, alhamdulillah banyak siswa yang sampai bisa lulus, meski NEM rendah, asal bisa baca, termasuk juga warga sekitar sekolah bisa membaca buku di sini," kata Anisyah.

Dia menyebut, salah satu koleksi terbaru taman baca berasal dari sumbangan TIKI pada 2019. Menurut dia, perhatian yang diberikan perusahaan swasta turut mendukung kelangsungan Taman Baca Albert Einstein.

Faktanya, menurut Anisyah, tidak terhitung lagi buku bacaan sumbangan TIKI sudah berapa kali dibaca para siswa. Tentu saja ujungnya siswa menjadi cerdas dan wawasannya terbuka. “Karena yang ke sini ada yang cuma mewarnai, ada yang membaca, akhirnya bisa setelah belajar."

Kepala SD Dinamika Indonesia, Nasrudin menuturkan, sekolah yang didirikannya berawal dari sebuah yayasan pada 1995. Target yayasan kala itu adalah ingin menggaet anak-anak agar bisa mengenyam pendidikan formal yang berlokasi tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dia menyebut, misi lain yang diemban ingin menghapus pekerja anak yang mengikuti orang tuanya sebagai pemulung.

Dengan menggandeng Organisasi Buruh Internasional (ILO), sambung dia, minimal kehadiran sekolah di lingkungan TPTS Bantargebang mampu mengurangi jam kerja anak-anak bisa terwujud. "Benar di sini siswa yang sekolah 80 persen anak pemulung. Sekarang siswa SD jumlahnya 412 orang, dan TK ada 55 anak. Pembayaran free, hanya mengandalkan sedekah setiap hari Jumat," kata Nasrudin.

Nasrudin menjelaskan, Taman Baca Albert Einstein baru berdiri tiga tahun lalu. Kala itu, sambung dia, Taman Baca Inovator (TBI) menggandeng pihak sekolah untuk menyediakan sebuah ruangan yang dikhususkan menjadi perpustakaan.

Setelah tiga tahun berjalan dan dianggap bisa mandiri, TBI bakal menyerahkan sepenuhnya perpustakaan kepada pihak sekolah. Dia bersyukur SD Dinamika Indonesia diajak TBI, lantaran terbukti hadirnya perpustakaan turut memicu minat baca para siswa.

"Koleksi buku ada 1.000 lebih, semuanya harus dibaca di tempat tidak boleh dipinjam, nanti hilang. Perpustakaan selalu ramai pagi dan siang," kata Nasrudin yang menjelaskan sekolahannya menerapkan dua shift, masuk pagi dan siang untuk memfasilitasi anak-anak pemulung agar bisa sekolah.

Nasrudin mengaku cukup takjup dengan minat anak-anak yang tinggal di sekitar TPTS Bantargebang, yang faktanya semangat untuk bisa mengenyam pendidikan formal. Pada tahun ajaran ini, jumlah siswa kelas satu SD yang mendaftar mencapai 69 anak. Adapun pihak sekolah sebelumnya meluluskan 68 siswa yang harus melanjutkan ke jenjang SMP.

Yang membuat Nasrudin semakin gembira, taman baca juga kerap dikunjungi warga dan remaja sekitar yang tertarik dengan koleksi buku untuk dibaca di tempat. Hal itu menandakan kehadiran taman baca memberi ‘virus’ positif bagi lingkungan sekitar yang menumbuhkan iklim budaya membaca di masyarakat.

"Kami ada ada atau tidak tetap berjalan. Malahan perpustakaan selalu ramai pas sebelum pandemi. Buku paket pelajaran kami sediakan atau tersedia di perpustakaan," kata Nasrudin yang menjadi perintis SD Dinamika Indonesia ini pada 25 tahun lalu.

Wakil Ketua Yayasan TBI Fajri Alfalah, menyatakan, TBI baru berdiri resmi pada 2016, namun sudah bergerak aktif sejak 2013. Menurut dia, TBI memiliki visi membangun taman baca untuk anak-anak usia empat hingga 12 tahun yang merupakan masa pertumbuhan emas, untuk menambah minat baca di kalangan anak-anak.

Dia menyebut, perkembangan TBI sangat pesat lantaran kini memiliki jaringan taman baca di 35 lokasi mulai dari Tapanuli Utala di Sumatra Utara sampai Maluku, dan Sumba di Nusa Tenggara Timur (NTT). Semua tersebar di berbagai penjuru Indonesia.

Secara total, TBI sudah menyalurkan 40 ribu buku kepada berbagai taman baca yang menjadi binaan TBI. Tentu saja, kata Fajri, tidak sedikit buku itu merupakan donasi dari donatur yang peduli dengan pendidikan anak-anak yang kurang beruntung. Alasan kepercayaan itu pula yang membuat PT TIKI mengajak TBI untuk menyalurkan bantuan buku kepada Taman Baca Albert Einstein.

 “Alasan pertama kita diminta cari yang di sekitar Jabodetabek. Akhirnya dipilih yang berlokasi tidak jauh dari gunungan sampah di Bantargebang, yang rata-rata anak pemulung membutuhkan peningkatan kualitas pendidikan,” ucap Fajri.

Butuh buku

Setelah melakukan survei, Fajri mengungkapkan fakta bahwa tingkat kebutuhan mengakses buku anak-anak pemulung yang sekolah ternyata sangat tinggi. Apalagi, sambung dia, meski lokasinya tidak jauh dari Jakarta, ternyata anak-anak itu juga membutuhkan uluran tangan lantaran orang tuanya berasal dari kelompok bawah.

“Anak-anak ini tak mampu beli buku, untuk beli buku mahal. Akhirnya kita sediakan buku-buku berkualitas sumbangan TIKI di perpustakaan SD Dinamika,” ucap Fajri.

Dia mengatakan, TBI ketika mendapat amanah untuk menyalurkan bantuan buku tidak begitu saja lepas tanggung jawab. Sebagai bentuk komitmen, pihaknya memastikan ingin taman baca binaan bisa berkelanjutan dalam waktu dua sampai tiga tahun. Langkah yang dilakukan, menurut Fajri, TBI merekrut dan melatih staf lokal dalam membuat program supaya taman baca tetap ‘hidup’.

Dia menyebut, kadang staf taman baca direkrut dari ibu PKK yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan dan kecintaan terhadap buku dan anak-anak. Terbukti sudah belasan taman baca kini dikelola warga sekitar untuk kepentingan anak-anak di sekitarnya.

“Setelah mereka mandiri, banyak taman baca kita lepas,” kata Fajri yang menjelaskan kehadiran taman baca di daerah mampu memicu peningkatan kegemaran anak-anak untuk membaca buku.

Vice President Director PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI), Ester Wiraseputra, menjelaskan, perusahaan percaya eksistensi bisnis tidak terlepas dari dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Untuk itu, TIKI memiliki komitmen untuk menjalankan tanggung jawab perusahaan yang difokuskan pada dua area, yaitu pendidikan dan bidang sosial melalui kegiatan TIKI Peduli.

Ester menerangkan, kegiatan tersebut merupakan program rutin setiap tahun sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap keluarga besar TIKI dan masyarakat sekitar. Tujuannya adalah untuk membangun literasi dan minat baca dari anak-anak Indonesia.

Dia menegaskan, minat baca harus dibangun sejak usia dini dan wajib difasilitasi dengan menyediakan berbagai buku bacaan yang menarik dan mendidik untuk anak-anak. "Di bidang pendidikan, TIKI mengajak para pelanggan dan karyawannya untuk mendukung literasi baca anak Indonesia dengan mengumpulkan buku anak-anak yang layak baca untuk disalurkan ke sekolah-sekolah dasar yang tidak memiliki perpustakaan," ucap Ester.

Ester menyebut, dalam penyaluran buku, TIKI menggandeng berbagai mitra, seperti TBI, Yayasan Pengembang Perpustakaan Indonesia, dan 1001 Buku. Alasan penyaluran buku ke SD Dinamika Indonesia di Ciketing Udik, karena sekolah tersebut merupakan salah satu binaan TBI. Tak hanya berdonasi buku, perusahaan juga menyumbang uang sebesar Rp 10 juta untuk keperluan operasional taman baca atau perpustakaan.

Selain SD Dinamika Indonesia, TIKI juga menyalurkan ke SD binaan lainnya di wilayah Jabodetabek. "Hal ini yang menginspirasi TIKI untuk bekerja sama dengan yayasan sosial dan mengajak para pelanggannya beberapa tahun terakhir ini untuk mengumpulkan buku-buku baru maupun bekas yang layak baca untuk disalurkan ke perpustakaan atau taman bacaan," jelas Ester.

Tidak hanya itu, perusahaan juga fokus di bidang sosial, yaitu dengan menjadi sponsor atlet tenis junior Indonesia, serta mengembangkan kapabilitas pelaku bisnis, terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement