REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pejabat PBB menilai kebijakan lockdown atau karantina wilayah telah mengurangi ancaman serangan ISIS di banyak negara. Namun demikian, risiko kegiatan kelompok radikal itu masih tinggi di Irak dan Suriah.
ISIS kini menjadi organisasi yang menduduki sebagian besar wilayah Irak dan Suriah beberapa tahun lalu. Diperkirakan masih ada 10 ribu milisi di antara kedua negara tersebut.
Namun, pembatasan gerak untuk mengurangi penyebaran virus corona tipe baru (Covid-19) telah mengurangi kemampuan ISIS untuk melancarkan serangan di tempat lain. "Langkah-langkah untuk meminimalkan penyebaran Covid-19, seperti lockdown dan pembatasan pergerakan, tampaknya telah mengurangi risiko serangan teroris di banyak negara," kata wakil sekretaris jenderal kontra-terorisme PBB, Vladimir Voronkov seperti dikutip laman The National, Selasa (25/8).
Meski demikian, dia tidak merinci negara mana yang mengalami dampak pengurangan ancaman ISIS karena lockdown tersebut. Namun, ISIS telah mengklaim serangan di negara-negara mulai dari Prancis hingga Filipina selama beberapa bulan belakangan.
Voronkov mengatakan, dampak pandemi pada perekrutan dan keuangan grup terorisme itu tidak jelas, meskipun ancaman kejahatan dunia maya sebagai sumber pendanaan telah meningkat, sebab lebih banyak orang yang menggunakan internet.
Dia menambahkan ada bukti ISIS berkumpul kembali di zona konflik seperti Irak dan Suriah. Namun untuk saat ini, pihak berwenang belum melihat indikasi yang jelas tentang perubahan strategi di bawah pemimpin baru ISIS, Amir Mohammed Said Abd Al Rahman Al Mawla, yang menggantikan Abu Bakar Al Baghdadi setelah kematiannya dalam serangan pasukan khusus AS pada Oktober tahun lalu.
Voronkov juga memberikan informasi terbaru tentang kegiatan kelompok itu di tempat lain. Dia mengatakan ISIS memiliki sekitar 3.500 pejuang di Afrika Barat, dan terus membangun hubungan dengan kelompok ekstremis lokal. Di Libya, milisi ISIS ada ratusan, namun kelompok itu tetap menjadi ancaman bagi wilayah tersebut.
ISIS juga memiliki kapasitas untuk melancarkan serangan yang menghancurkan di beberapa bagian Afghanistan. Hal itu dapat terjadi meskipun beberapa pemimpin ditangkap dan sebagian wilayahnya hilang.