REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar meluncurkan program Desa Damai atau yang disebut Forum Pemuka Masyarakat Cinta Desa (Forpeace). Forpeace merupakan program Kemendes PDTT bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Program ini juga mengikutsertakan tokoh masyarakat dan pemuka agama di perdesaan. "Prinsip kemanusiaan itu sebenarnya sederhana sekali, kalau tidak mau disakiti jangan menyakiti, kalau ingin disayangi menyayangi," kata pria yang biasa disapa Gus Menteri ini, dalam keterangannya, Sabtu (19/9).
Melalui Forpeace tersebut, Abdul ingin nilai-nilai kedamaian dan keberagaman di desa dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Ia juga ingin kerukunan antar warga di desa bisa dikenal dunia internasional untuk mengimbangi informasi.
Desa Banuroja sengaja dipilih menjadi lokasi peluncuran Forpeace karena selama ini telah terbukti hidup rukun antar beragama. Banuroja didirikan pada 2003 oleh warga transmigran asal Bali, Nusa Tenggara, Gorontalo dan Jawa sehingga nama desanya diambil dari akronim asal mereka.
Sejak 2003 penduduk Banuroja terbiasa hidup rukun meskipun memiliki latar belakang adat dan budaya yang berbeda. Sebanyak 50 persen memeluk agama Islam, 40 persen beragama Budha, dan 5 persen umat kristiani.
Rumah ibadah mereka dibangun megah secara berdampingan, bahkan di Banuroja juga didirikan sebuah pondok pesantren besar yang di depannya terdapat Pure, rumah ibadah milik warga transmigran asal Bali.
"Kita akan bawa desa Banuroja ini ke desa-desa lain se-Indonesia. Karena satu model penyelesaian pembangunan yang paling mudah dan paling murah adalah replikasi, akan saya tunjukkan ke desa-desa di Indonesia, di Gorontalo ada desa yang seperti ini rukunnya, seperti ini kompaknya, untuk ditiru desa-desa lain," kata dia lagi.