REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mendesak mantan presiden Sudan, Omar al-Bashir, dan tersangka lainnya untuk segera menjalankan proses pengadilan. Desakan itu tersebut dilakukan karena pengadilan mereka tidak bisa ditunda lagi untuk menghadapi tuduhan kejahatan perang dan genosida di Darfur.
Jaksa penuntut ICC, Fatou Bensouda, menyatakan pilihan untuk menuntut mereka, sedang dibahas dengan pihak berwenang Sudan. Mereka bisa mendapatkan keputusan untuk diadili di pengadilan di Sudan dan pengadilan campuran.
"Kami sedang melihat apa yang mungkin. Mereka semua harus menghadapi keadilan tanpa penundaan lebih lanjut," ujar Bensouda selama kunjungan ke Khartoum.
ICC memiliki surat perintah penangkapan yang luar biasa terhadap Bashir atas tuduhan kejahatan perang, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Surat penangkapan juga diberlakukan terhadap tiga tersangka terkait lainnya. Sedangkan, sebanyak lima Sudan menyerah awal tahun ini.
Bensouda mengatakan, desakan itu muncul setelah pertemuan dengan pejabat senior dari otoritas transisi yang mengambil alih kekuasaan setelah penggulingannya. “Saya sangat menyambut baik jaminan dukungan dan kerja sama yang diungkapkan kepada saya oleh pihak berwenang selama kunjungan ini,” katanya.
Konflik di Darfur, bagian barat Sudan, meningkat sejak 2003 ketika sebagian besar pemberontak non-Arab mengangkat senjata melawan pemerintah Bashir. Gerakan itu memicu kampanye penindasan oleh tentara dan sebagian besar milisi Arab. Lebih dari 300.000 orang diperkirakan tewas dan 2,5 juta orang mengungsi.
Bashir telah dipenjara di Khartoum sejak dipaksa menanggalkan jabatan pada April 2019 setelah berbulan-bulan protes. Dia muncul dalam persidangan pada Selasa atas kudeta 1989 yang membawanya ke tampuk kekuasaan.