Jumat 13 Nov 2020 19:10 WIB

Azis Syamsuddin: RUU Minol Harus Perhatikan UU Ciptaker

Fraksi Golkar meminta RUU ini ditinjau ulang dan dikomunikasikan dengan pemerintah.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Azis Syamsuddin
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Azis Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta pembahasan RUU Minuman Beralkohol (Minol) melihat dan mempertimbangkan ketentuan Undang Undang yang telah ditetapkan dalam Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengenai Penanaman Modal.

Azis menjelaskan, dalam UU Cipta Kerja tentang Penanaman Modal yang mengubah UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penananam modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Ketentuan itu disebutkan pada Pasal 12 dimana dipasal 2 UU Cipta Kerja.

"Dengan demikian Undang Undang yang berlaku setelahnya harus mengacu pada ketentuan ini termasuk RUU Minol yang salah satu ketentuan dalam rancangannya melarang untuk memproduksi minuman beralkohol," kata Azis Syamsuddin di Jakarta (13/11).

Politikus Golkar itu mengingatkan, agar penyusun tak lupa bahwa dalam aspek perdagangam pendapatan negara dari minumal beralkohol l, angkanya terbilang tinggi sekitar Rp 5 triliun setiap tahun. Terlebih bila kita mempertimbangkan nasib para tenaga kerja di bidang tersebut yang akan berdampak dengan adanya RUU Minol.

"Namun saya menghimbau agar masyarakat tidak mengonsumsi minuman beralkohol dengan alasan apapun," ujar Azis.

Mantan Ketua Komisi III itu menjelaskan, bahwa dalam Pasal 12 yang dimaksud bahwa pelaksanaan kegiatan penanaman modal didasarkan atas kepentingan nasional yang mencakup antara lain perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan koperasi dan usaha mikro kecil dan penengah, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapsitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri serta kerja sama dengan badan usaha yang di tunjuk pemerintah.

Kepentingan tersebut dapat mencakup perlindungan atas kegiatannusaha yang dapat membahayakan kesehatan (seperti obat, minumam keras mengandung alkohol), pemberdayaan petani, nelayan, petambak ikan dan garam , usaha mikro dan kecil dengan pengaturan dan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, namun tetap memperhatikan aspek peningkatan ekosistem penanaman modal.

Dikatakan Azis, kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat merupakan kegiatan yang bersifat pelayanan atau dalam rangka pertahanan dan keamanan. Antara lain mencakup: alusista, museum pemerintah, peninggalan sejarah dan purbakala, penyelenggaraan navigasi penerbangan, telekomunikasi atau sarana bantu navigasi pelayaran dan vessel.

Sikap Fraksi Golkar sendiri sudah disampaikan anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo, yang meminta agar urgensi RUU ini ditinjau ulang dan benar-benar dikomunikasikan dengan pihak pemerintah. Sebab, DPR RI sempat membuat panitia khusus (pansus) terkait RUU ini. 

"Ini pernah dibuat pansus, tapi pemerintah tidak memberikan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan respons," kata dia.

Dia mengakui, RUU minol mengalami deadlock pada bagian judul. Pemerintah menghendaki pengaturan, sementara saat itu, DPR RI menghendaki 'pelarangan'. 

Dia pun mengatakan, Golkar lebih sepakat pada frasa pengaturan. "Kalau saya setuju pengaturan karena ini bisa melarang di waktu tertentu, karena keanekaragaman perlu kita jaga. Apakah pemerintah masih concern, kalau tidak ini dikeluarkan saja," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement