Jumat 20 Nov 2020 15:58 WIB

Kemenperin Bidik TKDN 50 Persen pada 2024

Tahun ini sebanyak 6 ribu produk ditargetkan memiliki TKDN 25 persen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Industri manufaktur. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan barang dan jasa.
Foto: Prayogi/Republika
Industri manufaktur. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan barang dan jasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan barang dan jasa. Hal ini sejalan dengan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) guna meningkatkan daya saing dan produktivitas industri nasional.

“Dalam rangka menguatkan stuktur industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan produk impor, nilai TKDN rata-rata ditargetkan mencapai sebesar 43,3 persen pada 2020. Kemudian naik menjadi 50 persen pada 2024 seperti tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Jumat (20/11).

Baca Juga

Sekjen Kemenperin menyebutkan, jumlah produk yang memiliki sertifikat TKDN sekurang-kurangnya sebesar 25 persen, ditargetkan sebanyak 6.000 produk pada 2020. Lalu meningkat menjadi 8.400 produk pada 2024. Tentunya target tersebut bisa tercapai melalui sinergi kuat antara kementerian dan lembaga terkait. 

“Kemenperin sangat berterima kasih karena telah mendapat tambahan anggaran untuk program sertifikasi TKDN. Dengan begitu bisa langsung melaksanakan program untuk mencapai target yang telah ditentukan,” jelasnya. 

Selanjutnya, demi mendorong terserapnya berbagai produk lokal, pemerintah mengeluarkan regulasi untuk optimalisasi penggunaan barang dengan standar TKDN. Regulasinya, tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri.  

Aturan tersebut mengamanatkan program penggunaan produk dalam negeri wajib didukung oleh berbagai instansi pemerintah seperti kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, BUMN serta BUMD yang melakukan pengadaan barang dan jasa. Pengadaan itu melalui pembiayaan APBN, APBD ataupun hibah.

Kemenperin juga telah membuat ketentuan dan tata cara penghitungan TKDN yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri. Pada aturan tersebut, disebutkan peran perusahaan industri di tanah air dalam peningkatan produk dalam negeri.

Adapun kewajiban penggunaan produk dalam negeri adalah apabila terdapat produk yang telah memiliki penjumlahan nilai TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal sebesar 40 persen, dengan nilai maksimal BMP sebesar 15 persen. Maka jika sudah ada produk lain yang telah memenuhi persyaratan wajib, maka produk lain hanya perlu memiliki nilai TKDN minimal sebesar 25 persen.

“BMP diberikan kepada perusahaan berdasarkan beberapa faktor penentu, antara lain adalah pemberdayaan usaha mikro dan kecil, termasuk koperasi kecil melalui kemitraan. Kemudian, kepemilikan sertifikat kesehatan dan keselamatan kerja serta sertifikat manajemen lingkungan. Berikutnya, pemberdayaan lingkungan (community development), dan ketersediaan fasilitas pelayanan purna jual,” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement