Selasa 24 Nov 2020 22:10 WIB

China Kecam Paus Fransiskus karena Komentari Uighur

Paus Fransiskus menyinggung penderitaan Muslim Uighur dalam buku Let Us Dream

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/Kamran Dikamra/ Red: Christiyaningsih
Paus Fransiskus menyinggung penderitaan Muslim Uighur dalam buku Let Us Dream. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/ANDREAS SOLARO/POOL
Paus Fransiskus menyinggung penderitaan Muslim Uighur dalam buku Let Us Dream. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Pemerintah China melalui Kementerian Luar Negerinya mengkritik Paus Fransiskus yang dalam nukilan buku barunya menyebut penderitaan kelompok minoritas Muslim Uighur. Menurut China, klaim dan pernyataan itu sama sekali tidak memiliki dasar faktual.

"Orang-orang dari semua kelompok etnis menikmati hak penuh untuk bertahan hidup, berkembang, dan kebebasan berkeyakinan," kata juru bicara kementerian luar negeri China Zhao Lijian pada jumpa pers harian di Beijing mengutip Aljazirah, Selasa (24/11).

Baca Juga

Dalam buku barunya yang berjudul Let Us Dream, Paus Fransiskus menyinggung tentang penderitaan etnis Uighur. “Saya sering berpikir tentang orang-orang yang teraniaya: Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi - apa yang dilakukan ISIS kepada mereka benar-benar kejam - atau orang Kristen di Mesir dan warga Pakistan terbunuh oleh bom yang meledak saat mereka berdoa di gereja,” tulis Paus dalam bukunya.

Itu merupakan pertama kalinya Paus Fransiskus menyinggung tentang kondisi etnis Uighur. Sebelumnya, ia sudah pernah mengomentari tentang penderitaan etnis Rohingya dan Yazidi. Buku Let Us Dream dijadwalkan dirilis pada 1 Desember mendatang.

Pada awal Oktober lalu, 39 negara anggota PBB menuntut China membuka akses bagi pengamat independen untuk mengunjungi Provinsi Xinjiang. Hal itu guna menyingkap kebenaran tentang dugaan pelanggaran HAM  terhadap Muslim Uighur di daerah tersebut. Inggris, Amerika Serikat (AS), Swiss, Kanada, Jepang, dan Norwegia adalah beberapa negara yang tergabung dalam 39 negara tersebut.

China telah dituding melakukan pelanggaran HAM secara terstruktur, sistematis, dan masif di wilayah Xinjiang. Beijing dilaporkan menahan lebih dari satu juta Muslim Uighur di kamp-kamp interniran. Aktivitas indoktrinasi agar mereka memuja pemerintah dan Partai Komunis Cina (PKC), termasuk Presiden Xi Jinping, dilakukan secara intensif.

Dengan adanya kamp konsentrasi itu, negara-negara di dunia, termasuk Amerika Serikat dan pemerintahan lainnya, juga kelompok HAM, mulai bersuara. Berdasarkan pernyataan, fasilitas yang layaknya penjara itu justru dimaksudkan untuk memisahkan Muslim dari agama dan warisan budaya mereka.

China telah membantah semua tudingan dan laporan tersebut. Mereka tak menyangkal keberadaan kamp-kamp di Xinjiang. Namun Beijing mengeklaim mereka bukan kamp penahanan, tapi pusat pendidikan vokasi.

Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.

Sebagai informasi, Vatikan bulan lalu juga memperbarui perjanjian kontroversialnya dengan Beijing tentang pencalonan uskup Katolik. Mengenai itu, Paus Fransiskus disebut harus berhati-hati untuk tidak mengatakan atau melakukan apa pun yang menyinggung pemerintah China. Walaupun nyatanya, China dan Vatikan tidak memiliki hubungan formal sejak Partai Komunis memutuskan hubungan dan menangkap ulama Katolik, setelah merebut kekuasaan pada tahun 1949 silam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement