REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sudah setahun lebih Triyana Nugraha Permana meninggalkan dunia street punk. Kehidupan pria yang akrab disapa Pongky ini berubah drastis.
Dia justru lebih sering mengisi waktu dengan memperdalam wawasan keagamaan, rutin membaca Alquran, dan menghafal surat-surat pendek serta doa-doa setelah sholat.
Perubahan hidup yang dialami pria berusia 31 tahun ini berawal saat mendengar kabar ada sekelompok anak punk yang belajar mengaji bersama Tasawuf Underground. Kelompok bimbingan Ustadz Halim Ambiya ini kerap mengaji di bawah kolong jembatan Tebet, Jakarta.
Pongky yang kala itu lebih sering nongkrong di sekitar Tanah Abang merasa penasaran. "Dulu itu sampai ada pro kontra di antara anak punk, ngapain ngaji? Kalau mau ngaji suruh ke sini saja ustadznya," kata Pongky saat ditemui Republika.co.id di sebuah area pertokoan di kawasan Ciputat, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Meski sempat mengalami penolakan dari komunitas punk, Pongky membulatkan hati untuk bergabung bersama Tasawuf Under ground. Perlahan-lahan, dia mulai belajar segala hal tentang apa yang diajarkan Islam.
"Saya sudah merasa jenuh, sudah melanglang buana street punk ke mana-mana kok kehidupan begini terus. Setiap hari alkohol saya tenggak, ya kehidupan jalananlah. Saya merasa harus berubah," kata dia.
Pongky pun bertobat dan hijrah dari masa lalunya yang penuh kezaliman. Dia sangat antusias setiap mengikuti pengajian di kolong jembatan Tebet saban Jumat dan Sabtu. Tak hanya mengaji, Pongky dan beberapa temannya membuka usaha konveksi di kawasan Ciputat demi nafkah yang halal.
Begitu pun dengan Septa Maulana, seorang eks street punk yang berhijrah setelah mengenal Tasawuf Underground. Pria berusia 29 tahun itu menceritakan awal mulanya pengajian di kolong jembatan Tebet.
Sekitar empat tahun lalu, Septa mengetahui melalui jejaring media sosial ada beberapa anak punk yang dibina Ustadz Halim di kawasan Gaplek, Tangerang Selatan.
Banyak perubahan yang dialami Septa setelah memutuskan berhijrah. Menurut dia, yang utama kini dirinya lebih mampu menguasai diri sehing ga tidak cepat emosi.
Lebih dari itu, Septa dan teman-temannya yang mengikuti Tasawuf Under ground mampu meninggalkan berbagai hal yang diharamkan agama, seperti minuman keras serta narkoba. Septa merasa bersyukur dengan perubahan hidupnya.
Menurut pembina Tasawuf Underground, Ustadz Halim Ambiya, sejauh ini telah ada 120 anak binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabotabek. Untuk di kolong jembatan Tebet ada sebanyak 40 anak.
Selain mengajarkan mengaji, eks anak punk juga dilatih agar mampu mandiri dalam ekonomi seperti dengan pelatihan sablon, desain grafis, bisnis online, barbershop, barista, dan lainnya. "Tantangan terberat adalah mengubah mental mereka," kata dia.