REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Pada 9 Desember 1987, gerakan intifada Palestina pertama pecah. Pemberontakan rakyat Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza itu bertujuan mengakhiri pendudukan Israel di wilayah tersebut.
Dilansir laman History, di Jalur Gaza yang diduduki Israel kerusuhan pertama intifada Palestina dimulai suatu hari setelah sebuah truk Israel menabrak sebuah station wagon yang membawa pekerja Palestina di distrik pengungsi Jabalya, Gaza, menewaskan empat dan melukai 10 orang. Intifada secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya untuk menggentarkan atau kebangkitan, bangkit dari kevakuman sebagai awal revolusi melawan penjajahan Israel.
Tanggal 9 Desember menandai awal formal intifada. Namun, demonstrasi, kerusuhan skala kecil, dan kekerasan yang ditujukan terhadap orang Israel terus meningkat selama berbulan-bulan. Pada 1987 menandai peringatan 20 tahun penaklukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, tanah yang sebelumnya dikuasai Mesir dan Yordania yang oleh orang Palestina disebut sebagai rumah.
Pada Desember 1987, keputusasaan rakyat Palestina atas penderitaan mereka meledak dalam intifada. Pemberontakan akar rumput segera berada di bawah kendali para pemimpin Palestina yang membentuk Komando Nasional Bersatu Pemberontakan, yang memiliki hubungan dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Meskipun gambar-gambar pemuda kamp pengungsi Palestina yang melemparkan batu ke arah pasukan Israel mendominasi laporan televisi tentang intifada, gerakan itu tersebar luas di seluruh masyarakat Palestina. Orang-orang Palestina yang makmur dan kelompok wanita bergabung dengan kelompok militan dalam pemogokan, boikot, dan taktik canggih lainnya dalam upaya mereka untuk memenangkan pemerintahan sendiri Palestina.
Intifada pertama dimulai pada Desember 1987 dan berakhir pada September 1993 dengan penandatanganan Kesepakatan Oslo pertama, yang memberikan kerangka kerja untuk negosiasi perdamaian antara Israel dan Palestina. Intifada kedua, atau kerap disebut intifada Al-Aqsa, dimulai pada September 2000.
Meskipun tidak ada satu peristiwa pun yang menandai berakhirnya, sebagian besar analis setuju bahwa gerakan itu telah selesai pada akhir 2005. Kedua pemberontakan tersebut mengakibatkan kematian lebih dari 5.000 warga Palestina dan sekitar 1.400 orang Israel.