REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Ali Mansur, Sapto Andika Candra, Puti Almas, Mas Alamil Huda
Abu Bakar bin Abud Ba’asyir alias Abu Bakar Ba’asyir akan bebas dari penjara pada 8 Januari 2021. Dia telah menuntaskan 15 tahun masa pidananya atas tindak pidana terorisme.
"Yang bersangkutan akan dibebaskan pada 8 Januari 2021 sesuai dengan tanggal ekspirasi atau berakhirnya masa pidana," ungkap Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), Rika Aprianti, dalam keterangan tertulis, Senin (4/1).
Rika menjelaskan, Ba'asyir merupakan narapidana yang menjalani masa pidana di Lapas Khusus Kelas IIA Gunung Sindur atas tindak pidana terorisme. Ba'asyir yang melanggar Pasal 15 jo. 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 divonis pidana penjara selama 15 tahun.
Dalam pembebasan Ba'asyir, Ditjen PAS bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Antiteror. Menurut Rika, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pihak keluarga dan pihak-pihak terkait lainnya terkait proses tersebut.
"Ini bebas murni, jadi surat bebasnya nanti di hari H, tidak pakai surat keputusan," kata dia.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat menyatakan, Abu Bakar Ba'asyir telah menjalani vonis hukuman penjara 15 tahun dikurangi remisi sebanyak 55 bulan. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Imam Suyudi mengatakan, pembebasan Ba'asyir itu dipastikan telah sesuai prosedur.
"Beliau sudah menjalani pidana secara baik dan mengikuti semua ketentuan dan prosedur, pelaksanaan pembinaan keamanan di lapas tingkat keamanan maksimum, LP Gunung Sindur, dan hari Jumat akan kami bebaskan," kata Suyudi, di Bandung, Jawa Barat, Senin (4/1).
Suyudi melanjutkan, dalam pembebasan Ba'asyir, LP Gunung Sindur bakal berkoordinasi dengan pihak terkait yang menangani kasus terorisme. Sehingga, pengawasan kepada Baa'syir bakal tetap dilakukan pihak terkait lain.
"Jadi, tidak ada persyaratan khusus, kalau dia dibebaskan secara murni, kalau remisi itu hak, mereka tetap mendapatkan," kata Imam.
Setelah bebas, menurut dia, Ba'asyir sendiri bakal diawasi oleh sejumlah pihak untuk keamanannya dan ketertiban. Imam pun meminta kepada seluruh pihak maupun para santri dari pesantren Ba'asyir agar tidak melakukan penjemputan ketika yang bersangkutan bebas.
Pasalnya, kata dia, pada masa pandemi ini protokol kesehatan perlu ditegakkan guna menghindari penyebaran Covid-19. Imam mengatakan, penjemputan bakal menimbulkan kerumunan yang dapat merugikan.
"Menunggu saja di rumah masing-masing karena beliau akan diserahkan kepada keluarga dengan koordinasi Densus 88," kata Imam.
Kabag Penum Div Humas Polri Kombes Polisi Ahmad Ramadhan menyampaikan, pihak Kepolisian akan terus memantau orang-orang yang pernah melakukan tindak pidana. Termasuk narapidana kasus tindak pidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir yang akan bebas murni pada Jumat (8/1) mendatang.
"Terhadap Abu Bakar, jajaran intelijen terus awasi orang-orang yang pernah melakukan tipid (tindak pidana) apa pun kita punya mengamankan seseorang pergerakannya akan selalu kita awasi," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (4/1).
Kendati demikian, Ramadhan menampik memberikan pengawasan khusus. Terhadap Abu Abu Bakar Ba'asyir, akan dilakukan pemantauan biasa seperti halnya narapidana lain yang telah bebas dari masa hukumannya. Jadi, kata dia, tidak ada pengawasan khusus dari Polri terhadap yang bersangkutan pascamenghirup udara segar.
Selain itu, kata Ramadhan, ada atau tidaknya permintaan pengamanan terkait bebasnya narapidana kasus teroris itu, pihaknya tetap untuk memberikan pengamanan. Karena, keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) merupakan tanggung jawab Polri. Termasuk proses pembebasan Abu Bakar Baasyir dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
"Ada atau tidak ada permintaan itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Polri untuk amankan situasi kamtibmas, tentunya kita diminta atau tidak diminta kita pasti akan mengamankan giat tersebut," ungkap Ramadhan.
Vonis 15 tahun penjara
Abu Bakar Ba'asyir divonis hukuman penjara selama 15 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011. Majelis hakim yang memvonis Ba'asyir saat itu diketuai oleh Herri Swantoro.
"Terdakwa, Abu bakar Ba'asyir dinyatakan secara sah dan meyakinkan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme sesuai dengan dakwaan subsider," kata Herri Swantoro.
Ba'asyir dianggap terbukti melakukan dakwaan subsider dan melanggar pasal 14 juncto pasal 7 UU nomor 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme karena terbukti melakukan suasana teror dengan pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh.
Namun, dakwaan yang dibuktikan majelis hakim ternyata berbeda dengan dakwaan yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya. JPU menuntut Ba'asyir dengan dakwaan lebih subsider dan melanggar pasal 14 juncto pasal 11 UU pemberantasan tindak pidana terorisme karena mengetahui adanya penggalangan dana untuk pelatihan militer di Aceh.
Pada Agustus 2017 kondisi Ba'asyir mulai menurun. Ia sempat dibawa ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta Barat. Terpidana kasus terorisme tersebut mengalami pembengkakan di kaki akibat penyakit yang dideritanya.
Kondisi kesehatan Ba'asyir yang terus menurun kemudian diketahui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal 2018 setelah menerima laporan dari Menteri Pertahanan saat itu, Ryamizard Ryacudu. Istana pun kemudian membahas opsi pemberian keringan hukuman terhadap Ba'asyir atas dasar kemanusian.
Rencana pihak Istana memberikan keringan hukuman untuk Ba'asyir menuai protes dari Pemerintah Australia. Pemerintah Negeri Kangguru menilai, segala bentuk pengampunan dan keringanan hukuman tidak layak diberikan kepada Ba'asyir.
Sampai akhirnya, pada awal 2019 advokat Yusril Ihza Mahendra mengugkapkan, Ba'asyir telah berstatus bebas dari Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, pada 18 Januari 2019. Yusril saat itu mengeklaim bahwa pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir atas instruksi Presiden Jokowi dengan pertimbangan kemanusiaan, kesehatan, juga usia yang sudah uzur.
Namun, klaim yang diungkap Yusril saat itu justru menuai polemik karena ternyata Ba'asyir bisa bebas bersyarat dengan dua syarat, yakni menyatakan kesetiaan pada NKRI dan Pancasila yang ditolak oleh Ba'asyir. Istana pun kemudian beralasan melakukan pengkajian lebih dalam terkait upaya pembebasan Ba'asyir.
"Negara sudah mengatakan tidak ada yang bisa dinegosiasikan terhadap NKRI dan Pancasila. Itu kunci. Kalau tidak ada sesuatu yang berubah dari pemikirannya ya begitu (batal bebas)," ujar Kepala Staf Presiden Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, 28 Januari 2019.