REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang tengah digodok DPR mengatur jadwal pilkada. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengungkapkan bahwa sebagian besar fraksi setuju pilkada digelar 2022.
"Hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja tiga kali, jadi 2020-2025 2022-2027 2023-2028 dan seterusnya," kata Saan di Kompleks Parlemen, Selasa (26/1).
Sementara itu PDI Perjuangan ingin agar pilkada digelar 2024. Sedangkan, Partai Gerindra belum menyatakan sikapnya.
"Sikapnya nanti akan ditujukan pada saat pembahasan. Jadi Gerindra sama sekali nggak bersikap, apakah dia mau 2024 atau normal," ungkapnya.
Politikus Partai NasDem itu juga menjelaskan ada sejumlah pertimbangan alasan DPR melakukan normalisasi atau penjadwalan ulang pelaksanaan pilkada, salah satunya dari sisi keamanan. Dalam praktiknya, ada pilkada di sebuah kabupaten yang aparat keamanan tidak memadai sehingga harus meminta bantuan dari kepolisian daerah terdekat.
"Nah kalau misal disatukan ada sesuatu yang luar biasa nanti bagaimana mobilisasi dari keamanan. Itu baru sisi hal keamanan, belum dari hal-hal lain, itulah pertimbangannya kenapa kita minta dijadwal seperti sekarang," ujarnya.
Selain soal keamanan pertimbangan lainnya yaitu soal pengeloaan penyelenggara pemilu. "Apalagi kalau diserentakan 2024. Walaupun waktu berbeda ada pileg ada pilpres ada pilkada, tahapan pilpres pileg aja belum selesai sudah pilkada lagi. Gimana penyelengara mengelolanya ini juga jadi banyak pertimbangan kenapa ingin dinormalkan," tuturnya.
Untuk diketahui di dalam pasal 173 ayat (2) RUU Pemilu dijelaskan bahwa pilkada yang digelar 2017 digelar pada 2022. Sedangkan dalam Undang Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada, pilkada tahun 2022 dan 2023 dilakukan serentak pada 2024.