REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkapkan bahwa tersangka korupsi bantuan sosial (bansos) Juliari Peter Batubara (JPB) bisa divonis bebas. Hal tersebut dapat terjadi apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bekerja dengan maksimal menemukan bukti perkara.
"Resiko terburuk akan bisa begitu karena perkara tidak menjadi terang. Padahal penggeledahan dan pemanggilan saksi-saksi tujuannya untuk membuat terang perkara," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Ahad (21/2).
Hal itu disampaikan Boyamin menyusul tidak dipenuhinya 20 izin penggeledahan yang telah diterbitkan dewan pengawas (dewas) KPK. Dia mengatakan, tim penyidik juga tidak kunjung memanggil saksi yang diketahui beberapa kali muncul dalam kegiatan geledah dan rekonstruksi perkara.
Boyamin menjelaskan, penelantaran 20 izin geledah dan tidak dipanggilnya saksi terkait berpotensi mempengaruhi penyelesaian perkara bansos Covid-19. Dia melanjutkan, diabaikannya kedua hal tersebut juga dapat menghambat pengembangan perkara guna menemukan tersangka baru terkait kasus itu.
"Jika sebaliknya banyak yang tidak terbuka maka hakim pengadilan berpotensi menyatakan dakwaan kabur (obscuur libel) sehingga berpotensi putusan bebas," katanya.
Sebelumnya, MAKI mengajukan prapedailan terhadap KPK terkait penanganan kasus bansos Covid-19. Permohonan praperadilan tersebut dilakukan MAKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
MAKI mengatakan, gugatan dilakukan karena KPK tidak melakukan sekitar 20 izin penggeledahan yang dikabulkan dewas terkait perkara tersebut. Tuntutan juga dimohonkan karena KPK tidak kunjung melakukan pemanggilan terhadap politisi PDIP, Ihsan Yunus.
Dalam gugatannya, MAKI meminta KPK segera melakukan tindakan penggeledahan sebagaimana 20 izin yang telah dikeluarkan oleh Dewas dan melakukan pemanggilan terhadap Ihsan Yunus. MAKI juga meminta KPK segera menyelesaikan penyidikan dan melimpahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum.