Kamis 25 Feb 2021 19:02 WIB

Virtual Police Bawa Ketakutan Baru di Masyarakat?

Virtual Police sebaiknya hanya difokuskan pada pemberian peringatan.

Red: Indira Rezkisari
 Virtual Police bentukan Polri bertugas mengedukasi konten yang tersebar bila berpotensi melanggar tindak pidana.
Foto:

Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, juga mengingatkan, kehadiran polisi virtual harus tetap memperhatikan hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat. "Saya mengapresiasi kehadiran virtual police untuk menjaga pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di ruang digital. Namun, saya mengingatkan Kepolisian untuk tetap memperhatikan hak-hak masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya," kata Azis.

Menurut dia, jangan sampai kehadiran polisi virtual membatasi kebebasan berpendapat, yang sudah dijamin oleh UUD 1945. Karena itu Azis meminta Kepolisian memberikan penjelasan mengenai urgensi adanya polisi virtual dan menyosialisasikan secara masif kepada masyarakat terkait kegiatannya.

Politikus Partai Golkar itu juga berharap agar kepolisian melakukan pendekatan humanis dan persuasif saat mengingatkan masyarakat yang melakukan kesalahan di ruang digital. Tujuannya agar masyarakat dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial serta tidak melewati batasan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

"Jika ada yang melakukan kesalahan di media sosial, maka Polri harus lebih mengutamakan teguran terlebih dahulu dengan baik dan mengingatkan akun tersebut sehingga masyarakat paham dan tidak akan mengulanginya kembali," katanya.

Kemarin, Korps Bhayangkara resmi mengoperasikan Virtual Police. Unit dari gagasan Kapolri Listyo Sigit Prabowo itu dibentuk untuk mencegah tindak pidana yang terangkum dalam UU ITE.

Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono, menerangkan, hadirnya polisi di ranah digital merupakan bentuk pemeliharaan Kamtibmas. Sehingga, wilayah siber, kata dia, bisa berkesinambungan dengan bersih, sehat dan produktif.

Sebagai informasi, petugas yang dibentuk Polri itu ke depannya akan mengedukasi konten yang tersebar bila berpotensi melanggar tindak pidana. Sesuai urutannya, Virtual Police akan memberikan peringatan apabila unggahan berpotensi melanggar pidana.

Peringatan itu, nantinya akan masuk ke kolom pesan atau pemilik akun pengunggah konten tersebut. Jika peringatan telah diterima, polisi akan meminta pemilik akun untuk menghapus unggahannya tersebut. Peringatan akan terus dilakukan hingga ada pihak yang merasa dirugikan.

Kemudian jika peringatan tersebut tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, tentu orang yang merasa dirugikan akan membuat laporan. Namun pihak kepolisian tetap akan mengedepankan jalur mediasi untuk menyelesaikan kasus tersebut. Hanya saja apabila mediasi tersebut gagal, maka berlanjut ke proese hukum.

"Makanya di tugas pokok Polri, kita melakukan perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan gakkum terakhir. Penegakan hukum di terakhir," tegas Argo.

Polri juga mengharapkan partipasi masyarakat untuk saling mengingatkan, terutama di media sosial. Artinya, kata Argo, tidak diserahkan ke pihak kepolisian saja, tetapi pimpinan suatu kelompok juga dapat memberikan edukasi kepada komunitasnya. Sehingga dengan demikian, diharapkan terbebas dari saling melapor karena tulisan atau postingan di media sosial.

"Jadi sama-sama kita memberi tahu dengan adanya dunia maya ini biar bersih, tidak terjadi saling fitnah, saling ejek dan polisi pun akan melihat, ada ahli dilibatkan. Kalau itu termasuk kritik kan tidak masuk, kita kan ada ahlinya," tutur Argo.

Sebelumnya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sudah memberikan 12 kali peringatan ke akun media sosial yang diduga menyebarkan informasi palsu atau hoaks. Peringatan merupakan bagian dari kinerja Virtual Police.

"Pada 24 Februari 2021 dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan Polisi Virtual kepada akun medsos. Kami sudah mulai jalan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi, di Jakarta, Rabu (24/2).

Dia menjelaskan peringatan polisi virtual tersebut berkaitan dengan Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Dalam SE Kapolri tersebut, Kapolri mempertimbangkan perkembangan situasi nasional soal penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital. Dalam surat tersebut ada 11 poin yang harus dipedomani penyidik Polri dalam menegakkan UU ITE.

photo
Kasus-kasus terkait UU ITE yang menarik perhatian publik - (Republika)

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاَذَانٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ اِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْاَكْبَرِ اَنَّ اللّٰهَ بَرِيْۤءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ ەۙ وَرَسُوْلُهٗ ۗفَاِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِى اللّٰهِ ۗوَبَشِّرِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ
Dan satu maklumat (pemberitahuan) dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih,

(QS. At-Taubah ayat 3)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement