Jumat 16 Apr 2021 20:01 WIB

Jampidsus Tunggu Hasil Audit BPK Terkait Kerugian Asabri

Kejakgung menilai hasil penghitungan BPK tak beda jauh dari penghitungan penyidik.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Dalam penyidikan kasus dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan pengajuan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra, Kejaksaan Agung menggandeng KPK, Kemenko Polhukam, Badan Reserse Kriminal Polri dan Komisi Kejaksaan bertujuan agar proses penyidikan dilakukan lebih transparan.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Dalam penyidikan kasus dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan pengajuan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra, Kejaksaan Agung menggandeng KPK, Kemenko Polhukam, Badan Reserse Kriminal Polri dan Komisi Kejaksaan bertujuan agar proses penyidikan dilakukan lebih transparan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kejaksaan Agung (Kejakgung) masih menunggu laporan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara akibat penyimpangan investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, tim penyidikannya membutuhkan angka pasti sebagai basis pendakwaan terhadap sembilan tersangka.

Ali mengaku sudah mendengar kabar dari BPK terkait tuntasnya penghitungan negara dalam kasus tersebut. Akan tetapi, kata Ali, timnya belum menerima laporan resmi dari badan auditor negara itu. “Katanya, kalau saya lihat (baca) berita, sudah selesai penghitungannya di BPK. Tetapi, aku belum terima. Bagaimana?,” ujar Ali saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, di Jakarta, Jumat (16/4).

Dalam kasus korupsi, dan pencucian uang (TPPU) Asabri, tim penyidikan di Jampidsus mengestimasi kerugian negara mencapai Rp 23,7 triliun. Namun, angka tersebut tak bisa menjadi acuan penyidik dalam pendakwaan. Sebab mengacu aturan hukum  perkara korupsi, angka kerugian negara harus berdasarkan dari hasil penghitungan di BPK. Hasil penghitungan BPK inilah yang diajukan sebagai bukti di persidangan.

Meskipun belum mendapatkan angka pasti dari BPK, tim penyidikan di Jampidsus sudah sejak dua bulan lalu menetapkan sembilan orang tersangka. Yakni tersangka swasta, Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat, serta Jimmy Sutopo, dan Lukman Purnomosidi. Tersangka lainnya, dari jajaran mantan direksi Asabri, yakni Sonny Widjaja, Adam Rachmat Damiri, dan Hari Setiono, Bachtiar Effendi, dan Ilham W Siregar.

Sampai saat ini, para tersangka itu masih mendekam dalam tahanan. Awal Maret lalu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna kepada wartawan menyampaikan, tim auditornya sudah merampungkan penghitungan kerugian negara terkait kasus Asabri. Namun, kata Agung, BPK memang belum mengumumkannya. “Sudah rampung. Tinggal diumumkan saja. Sudah selesai, ya,” ujar Agung Firman, di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (1/3). 

Direktur Penyidikan Febrie Adriansyah menambahkan, meskipun belum menerima angka pasti kerugian negara dari BPK, proses perampungan berkas perkara tetap berlanjut. Febrie mengatakan, masih ada waktu bagi penyidik merampungkan berkas perkara ke penuntutan. Tim penyidik harus menyelesaikan berkas perkara sampai batas waktu masa penahanan para tersangka akhir April mendatang.

“Kita (penyidik) masih tetap berdiskusi dengan BPK. Masih ada yang dikoordinasikan. Nantinya, pasti diumumkan,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jumat (16/4). Ia mengeklaim, biasanya angka pasti kerugian negara hasil audit BPK, tak jauh beda dari versi tim penyidikannya. “Biasanya, tidak beda jauh. Paling bedanya sedikit-sedikit saja,” kata Febrie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement