Kamis 20 May 2021 14:22 WIB

Pimpinan KPK Dinilai Abaikan Perintah Presiden

Nasib 75 pegawai KPK berstatus tidak memenuhi syarat berdasarkan TWK belum menentu.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Mas Alamil Huda
Mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) menilai, pimpinan lembaga anti rasuah telah mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo. Hal tersebut menyusul belum menentunya nasib 75 pegawai KPK berstatus tidak memenuhi syarat berdasarkan tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Pernyataan presiden soal TWK pegawai KPK ternyata diabaikan karena belum ditindaklanjuti secara tuntas, clean and clear, baik oleh pimpinan KPK, Menpan RB maupun BKN," kata BW dalam keterangannya, Kamis (20/5).

Menurutnya, lembaga-lembaga tersebut juga tidak mengajukan alasan yang dapat menjelaskan kenapa pernyataan presiden yang di dalamnya mengandung kebijakan sekaligus sebagai perintah itu secara sengaja tidak segera dilanjuti.

Dia menegaskan, tindakan mengabaikan dan atau mengingkari kebijakan presiden tidak hanya dapat mencederai kehormatan kepala negara maupun lembaga kepresidenan, tetapi juga disebut sebagai tindakan melawan kebijakan atasan yang akuntabel.

Menurut BW, tindakannya yang melawan perintah presiden tidak hanya dapat dikualifikasi semacam insubordinasi atau pembangkangan sehingga hal itu merupakan tindakan melanggar hukum. Lanjutnya, tindakan itu juga disebut obstruction of justice karena secara langsung atau tidak telah merintangi tindakan penyelidikan dan penyidikan. "Hal ini merupakan kejahatan sesuai UU Tipikor," katanya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menegaskan agar TWK tidak boleh serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Dia mengatakan, KPK harus memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Mantan wali kota Solo ini melanjutkan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis. Jokowi berpendapat bahwa hasil TWK seharusnya menjadi masukan untuk langkah perbaikan KPK.

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi.

Meski ada perintah tersebut, KPK kembali melempar bola terkait nasib 75 pegawai berstatus tidak memenuhi syarat ke Kemenpan RB. KPK mengaku akan menindaklanjuti arahan presiden dengan berkoordinasi bersama Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan lembaga terkait lainnya.

TWK pegawai KPK menuai polemik lantaran membuat soal yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pemberantasan korupsi. Di antara pertanyaan yang muncul yakni pandangan pegawai seputar FPI, Muhammad Rizieq Shihab, HTI, alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri kedua, doa qunut dalam shalat hingga LGBT.

TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan tes tersebut.

KPK kemudian menerbitkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri dan salinannya ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin itu memerintahkan pegawai yang tidak lolos untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan langsung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement