REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemeterian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengaku jika pasal bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) belum direvisi. Pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukan RKUHP ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.
Kepala Bagian Humas Kemenkumhan, Tubagus Erif Faturahman mengatakan bahwa pasal bermaslah itu bisa saja direvisil. Asalkan, sambung dia, sudah ada revisi berdasarkan pembicaraan dan kesepakatan bersama antara pemerintah dan DPR.
"Sampai saat ini, belum ada kesepakatn itu," kata Tubagus Erif Faturahman di Jakarta, Jumat (11/6).
Tubagus mengatakan, revisi pasal bermasalah tersebut akan dilakukan sekaligus ketika RKUHP tengah dibahas dalam prolegnas. Dia melanjutkan, pembahasan juga hanya akan menyentuh pasal-pasal yang memang dinilai belum tuntas.
Sebelumnya, draft RUU KUHP menjadi perbincangan akibat keberadaan pasal penghinaan kepala negara. Hal ini tertuang dalam Bab II Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Pasal 218 ayat 1 disebutkan bahwa: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Sementara Pasal 219 berbunyi: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.