Kamis 17 Jun 2021 23:41 WIB

Peningkatan Kapasitas Vaksinasi Jadi Tantangan Herd Immunity

Tingkat penularan tinggi juga mendorong makin cepatnya Herd Immunity

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas medis melakukan pengecekan kesehatan abdi dalem Kraton Yogyakarta saat vaksinasi tahap pertama di Grab Vaccine Centre, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (16/6/2021). Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Grab Indonesia menggelar vaksinasi yang diikuti mitra pengemudi Grab, lansia, penyandang disabilitas dan abdi dalem Kraton Yogyakarta tersebut berlangsung hingga 17 Juni 2021.
Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Petugas medis melakukan pengecekan kesehatan abdi dalem Kraton Yogyakarta saat vaksinasi tahap pertama di Grab Vaccine Centre, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (16/6/2021). Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Grab Indonesia menggelar vaksinasi yang diikuti mitra pengemudi Grab, lansia, penyandang disabilitas dan abdi dalem Kraton Yogyakarta tersebut berlangsung hingga 17 Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad menilai, tercapai atau tidak target herd immunity pada Agustus nanti tergantung berapa banyak dosis vaksin yang dicapai. Sebab, itu yang akan menentukan apakah target itu memungkinkan.

Misal, dari target 188 juta, sedangkan situasi saat ini vaksin kita saat ini masih dari angka 20 juta untuk dosis pertama. Artinya, jika mau mencapai 188 juta tentu perlu menyediakan 168 juta dosis dalam 60-70 hari sampai Agustus.

Jika vaksinasi sejak Januari-Juni saja baru mencapai sekitar 20 juta, berarti kapasitas saat ini baru sekitar 126 ribu per hari. Artinya, jika ingin herd immunity tercapai kapasitas harus ditingkatkan sampai sekitar 1,7 juta per hari.

"Nah, mampu tidak sistem kita meningkat secara cepat karena Juli sudah di depan mata. Misal, menarget satu juta per hari, untuk bisa meningkatkan kapasitas itu apakah bisa dilakukan dalam waktu yang cukup cepat, itu yang jadi tantangan," kata Doni kepada Republika, Kamis (17/6).

Terkait kasus yang meningkat, ia mengingatkan, sebenarnya jika penularan sangat tinggi juga semakin cepat herd immunity bisa tercapai. Sebab, selain vaksinasi, imunitas bisa didapat dari infeksi, tentu dengan resiko banyak yang meninggal.

Soal tempat-tempat isolasi, ia menilai, semua tergantung respon pemerintah dan komunitas. Di DIY, misal, ada gerakan kemanusiaan Sambatan Jogja yang mampu memobilisasi komunitas di Sleman dan di Bantul menyiapkan shelter-shelter.

Minimal, di kalurahan-kalurahan ada shelter-shelter isolasi yang bisa dipakai. Meski begitu, ia mengingatkan, gerakan itu ternyata belum mampu memobilisasi komunitas-komunitas yang ada di Kulonprogo, Gunungkidul atau Yogyakarta.

"Jadi, tergantung apakah pemerintah melakukan persiapan secara meluas atau ada komunitas melakukan, toh tidak semua kabupaten/kota di DIY bisa dimobilisasi," ujar Doni.

Doni melihat, memang ada pemda-pemda atau komunitas-komunitas yang cukup aktif menyediakan atau menginisiasi shelter-shelter isolasi. Walaupun, sebenarnya sebagai bagian dari respon pandemi, pembuatan fasilitas isolasi jadi kebutuhan.

"Tinggal sekarang kebutuhan itu siapa yang menyediakan, nah kalau dalam situasi wabah seperti ini seharusnya pemerintah menjadi ujung tombaknya, itu yang perlu ditanyakan kepada mereka (pemda-pemda) kenapa itu tidak dilakukan," kata Doni.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement