REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat menyampaikan 14 usulan terkait revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua kepada panitia khusus (Pansus) DPR. Menurut mereka, hanya merevisi dua pasal terkait dana otsus dan pemekaran wilayah, maka itu tak akan menyelesaikan permasalahan di Papua.
"Kami sudah serahkan (14 usulan), persoalan inilah yang kami bawa dan inilah agar didengar. Kalau hanya dua (pasal) tidak akan menyelesaikan persoalan," ujar Ketua Pansus DPRP Papua Barat Yan Anton Yoteni di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/6).
Dari 14 usulan tersebut, mencakup 24 pasal dan 79 ayat dalam Undang-Undang Otsus Papua. Poin-poin usulan tersebut merupakan aspirasi masyarakat Papua Barat yang ditampung oleh pihaknya.
"Jadi tidak hanya bicara dua atau tiga pasal, kami bicara 24 pasal, 79 ayat. Di dalamnya ada 14 poin dan 14 poin itulah yang hari ini kami serahkan," ujar Yan Anton.
Adanya revisi UU Otsus Papua ini, kata Yan Anton, membuat Papua kini berada di persimpangan nasib. Pasal-pasal yang ada di dalam undang-undang tersebutlah yang menentukan nasib orang asli Papua (OAP) untuk 20 tahun selanjutnya.
"Masyarakat Papua hari ini berada di persimpangan jalan, jalan manakah yang dipilih, jalan lurus kah, belok kiri kah, belok kanan kah, diam di tempat kah, merdeka kah, otonomi khusus kah, federasi kah, atau jalan apa. Maka jalan yang telah kami bawa ke sini dengan 14 poin ini, jalan dari kami Papua Barat agar didengar pemerintah pusat," ujar Yan Anton.
Ketua Pansus RUU Otsus Papua DPR Komarudin Watubun mengatakan, usulan tersebut akan dibicarakan dalam rapat pembahasan mendatang. Aspirasi terkait Papua, dipastikannya akan disampaikan kepada pemerintah.
"Apa yang kamu rasakan, saya juga merasakan, akan tapi, beda kalau kita bicara dalam sistem dan di luar sistem. Kami mendengar dan pasti kami tindaklanjuti," ujar Komarudin.