Senin 28 Jun 2021 19:08 WIB

Soal Hukuman Pinangki, MAKI Laporkan Jaksa Agung ke Jokowi

MAKI laporkan Jaksa Agung ke Presiden Jokowi soal pemotongan hukuman Pinangki.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), melaporkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pelaporan ke pemimpin pemerintahan tersebut, terkait dengan langkah Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang tak juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), atas pemotongan hukuman terdakwa korupsi, Pinangki Sirna Malasari.

Boyamin mengatakan, pelaporannya itu sudah dilayangkan via online, pada Senin (28/6) lewat kanal Lapor Presiden, yang dikelola Kantor Staf Presiden (KSP). "Pelaporan ini, sebagai upaya terakhir dari MAKI, karena tampaknya Kejaksaan Agung, ndablek (keras kepala) tidak mendengar aspirasi rakyat yang mempertanyakan asas keadilan atas pengurangan hukuman terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari itu," ujar Boyamin, Senin (28/6).

Baca Juga

MAKI, kata Boyamin, dalam pelaporannya itu meminta agar Presiden Jokowi memerintahkan Jaksa Agung Burhanuddin, sebagai atasan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang menangani kasus Pinangki, untuk segera mengajukan kasasi atas kasus tersebut. "Pelaporan ini, bukan bermaksud agar Presiden Jokowi melakukan intervensi hukum," ucap Boyamin. 

Akan tetapi, kata dia, sebagai atasan langsung dari Jaksa Agung Burhanuddin, Presiden Jokowi agar mendengar aspirasi masyarakat, yang mempertanyakan langkah hukum Kejaksaan Agung. 

"Aspirasi masyarakat, sudah jelas mempertanyakan keadilan atas pengurangan hukuman untuk terdakwa Pinangki Sirna Malasari itu, dan meminta agar Kejaksaan Agung melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung demi keadilan," katanya. 

"Jadi sudah semestinya presiden memberikan perintah kepada Jaksa Agung, jika dirasa ada rasa keadilan yang terusik di masyarakat, atas pengurangan hukum untuk Pinangki ini, " ucap Boyamin.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dalam putusan bandingnya, Senin (14/6) mengubah amar Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta yang menghukum Pinangki 10 tahun, menjadi hanya empat tahun penjara. Padahal, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, hakim memvonis mantan jaksa itu bersalah menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS, setara Rp 7,5 miliar dari terpidana Djoko Sugiarto Tjandra. Pemberian uang tersebut, agar Pinangki membuat proposal fatwa MA, untuk membebaskan terpidana kasus korupsi Bank Bali tersebut.

Selain terbukti menerima suap, PN Tipikor juga membuktikan Pinangki melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai 375,2 dolar. Uang tersebut, bagian dari pemberian Djoko Tjandra itu. Akan tetapi, Pinangki mengajukan banding atas putusan PN Tipikor itu. Selanjutnya, PT DKI Jakarta mengubah putusan untuk Pinangki, berupa pengurangan hukuman menjadi hanya empat tahun. 

Putusan banding itu, sebetulnya sesuai dengan tuntutan JPU saat sidang tingkat pertama. Alasan PT DKI Jakarta merabat hukuman Pinangki dengan sejumlah pertimbangan. Dikatakan hakim tinggi dalam putusan bandingnya, hukuman 10 tahun penjara untuk Pinangki, terlalu berat. 

Mengingat, dikatakan hakim tinggi, saat sidang pertama, Pinangki mengakui menerima suap, dan gratifikasi senilai yang dituduhkan itu. Hakim tinggi, juga mengatakan, pengurangan hukuman tersebut, karena sudah mendapatkan hukuman lain berupa pemecatan dari institusi kejaksaan. 

Menurut hakim tinggi, pun layak mendapat pengurangan hukuman, karena Pinangki adalah seorang perempuan yang memiliki tanggungan seorang balita. Terkait hasil banding tersebut, sampai hari ini, Kejakgung tak juga memutuskan untuk mengajukan kasasi ke MA. Jampisus Ali Mukartono, saat ditemui wartawan pekan lalu, menyiratkan, kasasi tak perlu dilakukan karena kasus Pinangki, tak merugikan negara. Akan tetapi, kata dia, keputusan untuk mengajukan, atau tidak kasasi, masih dalam kajian tim jaksa penuntutan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement