REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Leon Alvinda Putra, membeberkan rangkaian serangan doxing yang ia terima usai BEM UI menyampaikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Salah satunya diunggahnya kembali foto lama di akun Facebook miliknya oleh salah seorang komisaris BUMN.
"Ada seorang komisaris BUMN yang sangat hebat saya kita mendedikasikan waktunya untuk men-scroll postingan FB saya hingga delapan tahun lamanya tahun 2013, saya kurang paham," kata Leon dalam diskusi daring, Jumat (9/7).
Ia menduga foto dirinya dengan istri Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono, di Istana Negara tersebut sengaja diunggah kembali untuk memunculkan opini bahwa apa yang menjadi kritik BEM UI berkaitan dengan foto tersebut. Leon menjelaskan kehadirannya di Istana Negara ketika itu lantaran dirinya berhasil memenangkan lomba menulis di tingkat SMP.
"Saya juara di bidang karya tulis kemudian diundang ke Istana Negara, dikukuhkan di sana ketemu almarhum Ibu Ani, bagaimana kemudian saya tentu merasa senang dan terhormat sebagai siswa kelas dua SMP, dari kabupaten lagi, SMP-nya pun bukan SMP favorit, bisa ke Istana Negara di Jakarta," ungkapnya.
Tidak hanya sampai di situ, tuduhan lain yang ia terima yaitu dirinya disebut-sebut sebagai anak dari salah seorang ketua DPC salah satu partai yang kalah dalam pilkada. Dirinya bahkan mengaku tidak mengenal siapa orang yang disebut-sebut ayahnya itu.
"Ketua DPC itu saya enggak kenal siapa orangnya justru dibawa, yang saya juga merasa kasihan juga sebenarnya pada beliau yang ditarik. padahal saya tidak kenal, dan tidak ada sangkut pautnya dengan saya," terangnya.
Selain itu, dirinya juga dituding oleh salah satu dosennya yang mengaitkan kritikan BEM UI tersebut dengan organisasi ekstra yang ia ikuti. Menurut Leon padahal kritikan tersebut dilakukan dengan kajian.
"Itu menjadi irelevan karena postingan saya delapan tahun lalu kah, karena tadi yang dikatikan dengan orang yang dianggap ayah saya lah, kemudian dikatikan dengan organ ekstra saya kah, itu untuk kemudian semacam membuat argumen tersebut jadi irelevan dan mendelegitimate kritikan yang kami sampaikan," ucapnya.