Kamis 15 Jul 2021 15:25 WIB

Korban Kerusuhan di Afsel Tuturkan Ngerinya Kekacauan

Kerusuhan dan penjarahan mematikan meletus di Afsel usai pemenjaraan mantan presiden

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Penjarah di luar pusat perbelanjaan di sepanjang barikade yang terbakar di Durban, Afrika Selatan, Senin 12 Juli 2021. Polisi mengatakan enam orang tewas dan lebih dari 200 telah ditangkap di tengah meningkatnya kekerasan selama kerusuhan yang pecah setelah pemenjaraan mantan Presiden Afrika Selatan Yakub Zuma.
Foto: AP/Andre Swart
Penjarah di luar pusat perbelanjaan di sepanjang barikade yang terbakar di Durban, Afrika Selatan, Senin 12 Juli 2021. Polisi mengatakan enam orang tewas dan lebih dari 200 telah ditangkap di tengah meningkatnya kekerasan selama kerusuhan yang pecah setelah pemenjaraan mantan Presiden Afrika Selatan Yakub Zuma.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG - Kerumunan orang menjarah toko-toko dan kantor di Afrika Selatan, Rabu (14/7). Orang tua seorang wanita Selandia Baru terjebak dalam kerusuhan dan penjarahan mematikan yang meletus setelah pemenjaraan mantan presiden Jacob Zuma.

Ayah dari Sharon Viljoen warga Selandia Baru berada di Underberg, KwaZulu-Natal, ketika kerusuhan pecah dan ibu serta ayah tirinya berada di kota resor pesisir Karridene. Penjaga keamanan membarikade para tamu di Karridene karena masalah keamanan.

Baca Juga

"Mereka memiliki sekitar 20 atau lebih penjaga bersenjata dengan AK-47," ujar Viljoen dikutip dari laman New Zealand Herald, Kamis (15/7).

Ibu Viljoen mengatakan, "Ini adalah hari paling menakutkan yang pernah saya alami". Beberapa tamu mempersenjatai diri dan mengubur harta benda jika taman itu diserbu.

"Mereka mulai membuat bom bensin sendiri," katanya. Puluhan orang tewas dan lebih dari 2.000 orang ditangkap dalam kerusuhan tersebut.

Afsel sedang mengalami gelombang besar baru infeksi Covid-19 dan berjuang dengan kemiskinan yang mengakar, ketidaksetaraan, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi yang lamban. Viljoen mengatakan kelompok multiras termasuk anggota forum kepolisian bekerja sama untuk mencegah lebih banyak penjarahan dan kekerasan.

Tempat penyimpanan orang tua Viljoen di dekat Durban dijarah. Dia pun sangat khawatir sehingga dia menghubungi perusahaan penyewaan helikopter untuk mempertimbangkan menerbangkan ayahnya dari Underberg.

Vijoen menuturkan barang-barang yang tidak bisa dibawa para penjarah dari unit penyimpanan dibakar. Video dari adegan yang dipasok ke NZ Herald menunjukkan foto sekolah dari beberapa dekade yang lalu adalah salah satu dari sedikit hal yang bertahan utuh.

Ibu Viljoen kini berada di dekat Durban tetapi ayahnya masih di Underberg, sekitar 200 kilometer jauhnya. Dia bahkan tidak bisa keluar karena tidak ada bahan bakar yang tersisa di pom bensin.

Dia mengatakan penduduk setempat melindungi supermarket kota, Spar, sumber makanan terakhir di daerah itu. Viljoen mengatakan saudara laki-lakinya di Johannesburg, kota terbesar dan ibu kota keuangan negara itu, juga mengalami penjarahan.

"Mereka pergi ke Spar untuk mendapatkan sereal dan apa pun, dan hal berikutnya para penjarah ini masuk dan benar-benar mulai menembak," katanya.

Di dekatnya, kota Alexandra yang miskin dan berpenduduk padat juga mengalami penjarahan dan kerusuhan hebat. Pada Rabu, operasi pembersihan membawa beberapa bantuan ke Durban, rumah bagi pelabuhan tersibuk di negara itu dan berpenduduk sekitar 3,5 juta orang.

Situs berita IOL mengatakan organisasi taksi minibus lokal, Santaco, bekerja dengan polisi dan petugas kebersihan kota setelah penjarahan. Presiden Cyril Ramaphosa mengizinkan pengerahan 2.500 tentara untuk membantu polisi menekan kerusuhan.

Hari ini, Reuters melaporkan Afrika Selatan berencana untuk mengerahkan hingga 25.000 tentara tambahan di provinsi Gauteng dan KwaZulu-Natal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement