Jumat 23 Jul 2021 23:10 WIB

Vaksin Tekan Risiko Kematian dan Cegah Kondisi Parah Pasien

Data evaluasi di Jakarta menunjukkan hasil positif dari efektivitas vaksin Covid.

Red: Andri Saubani
Mahasiswa mengikuti vaksinasi COVID-19 di Arboretum atau hutan mini Fakultas Kehutanan UGM, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (23/7/2021). Fakultas Kehutanan UGM menggelar vaksinasi COVID-19 untuk 500 mahasiswa dari jenjang sarjana, magister dan doktor.
Foto:

Data meyakinkan soal efektivitas vaksin juga dilaporkan oleh Singapura. Di negeri jiran itu, orang-orang yang sudah divaksinasi menyumbang tiga perempat kasus infeksi Covid-19 di Singapura dalam empat pekan terakhir, tapi mereka tidak mengalami sakit parah, menurut data pemerintah setempat.

Data dari Singapura menunjukkan, vaksin sangat efektif mencegah kasus yang parah. Data juga mengungkap adanya risiko penularan pada mereka yang telah menerima vaksin, sehingga vaksinasi saja tidak cukup untuk menghambat transmisi virus.

Menurut data pada Kamis (22/7), dari 1.096 kasus penularan lokal di Singapura dalam 28 hari terakhir, 484 (44 persen) di antaranya berasal dari orang yang sudah divaksinasi penuh. Ada 30 persen dari orang yang divaksinasi sebagian, dan 25 persen belum divaksin.

Sementara itu, ada tujuh kasus serius yang memerlukan bantuan oksigen, dan satu kasus dirawat intensif. Tak seorang pun dari kedelapan pasien kasus serius dan dirawat itu sudah divaksinasi secara penuh.

"Ada bukti berkelanjutan bahwa vaksinasi membantu mencegah keparahan penyakit jika penerimanya tertular," kata kementerian, seraya menambahkan bahwa semua penerima vaksin lengkap yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, atau hanya bergejala ringan.

Singapura menggunakan vaksin Pfizer dan Moderna dalam program vaksinasi nasional mereka. Infeksi pada orang yang telah divaksinasi tidak berarti vaksin tidak efektif, kata para pakar.

"Ketika makin banyak orang divaksinasi di Singapura, kita akan melihat lebih banyak kasus infeksi di antara penerima vaksin," kata Teo Ying Ying, dekan Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock di Universitas Nasional Singapura (NUS).

Ketika negara-negara dengan program vaksinasi yang sudah maju bersiap hidup berdampingan dengan Covid-19 sebagai penyakit endemik, fokus mereka beralih kepada pencegahan kematian dan kasus serius lewat vaksinasi. Namun, mereka masih bergumul dengan masalah bagaimana membedakan kebijakan kesehatan publik, seperti pemakaian masker di antara mereka yang sudah divaksin dan yang belum.

Singapura dan Israel, contohnya, baru-baru ini memberlakukan lagi sejumlah pembatasan untuk memerangi lonjakan infeksi yang dipicu varian Delta yang sangat menular. Adapun, Inggris mencabut hampir semua pembatasannya pekan ini meski jumlah kasus masih tinggi.

"Kita harus menerima (fakta) bahwa semua dari kita akan menghadapi pembatasan, divaksin atau tidak divaksin," kata Peter Collignon, pakar penyakit menular dan ahli mikrobiologi di Rumah Sakit Canberra, Australia.

photo
Infografis Pro Kontra Sumbangan 1 Miliar Vaksin Covid G7 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement