REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, menyebut salah satu problem penanganan Covid-19 adalah komunikasi publik. Menurutnya, sejauh ini pemerintah lebih banyak bersosialisasi daripada berkomunikasi.
Dalam pernyataannya pada Sidang Kabinet Terbatas lalu, saat mengevaluasi PPKM Darurat, Presiden Jokowi mengeluhkan komunikasi publik para pejabat. "Pemerintah lebih banyak menyampaikan instruksi. Bukan malah mendengarkan apa yang dirasakan rakyat," kata Suko dalam keterangan pers, Jumat (23/7).
Suko mengingatkan komunikasi itu bukan sekedar bicara, tetapi wajib mendengarkan suara masyarakat. Ia menyarankan komunikasi publik dikelola secara profesional. Dimulai dengan memahami karater dan kondisi masyarakat.
"Jika perlu lakukan riset untuk mengetahui persis kondisi warga. Jangan dikira-kira saja," ujar Suko.
Suko mengimbau dalam situasi darurat, pemerintah jangan hanya menjadi instruktor, melainkan juga harus bisa berkolaborasi. Sebab ia menilai apa yang dilakukan pemerintah masih belum memenuhi harapan.
"Bahkan tak jarang menambah beban masyarakat. Saat ini dibutuhkan solidaritas bersama. Masyarakat perlu dilibatkan total menjaga kesehatan dan menghindari covid. Karena itulah, komunikasi publik sangat essensial dalam upaya membangun solidaritas masyarakat mengatasi Covid-19," ucap Suko.
Suko mengamati jika komunikasi publik tak segera diperbaiki, maka tingkat kepercayaan kepada Presiden maupun pemerintah bisa runtuh. Saat ini, riset LSI tentang kepercayaan pada Presiden Jokowi di angka 43 persen. Suko menyarankan agar fungsi komunikasi dimaksimalkan dengan cara-cara yang tepat.
"Komunikasi Publik bisa memulihkan kepercayaan manakala komunikasinya disertai dengan kejelasan, kejujuran dan empati. Kepercayaan sangat dibutuhkan untuk melahirkan soliditas warga," tutur Suko.