REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jeruk merupakan salah satu komoditas buah yang mendapat ruang untuk pengembangan kawasan kampung hortikultura. Dari total 2.174 kampung hortikultura, kampung jeruk mendapat alokasi 50 kampung.
Produksi buah-buahan pada 2020 sejumlah 24.872.974 ton atau naik 10,5 persen. Khusus jeruk, produksi pada 2020 sebanyak 2.593.384 ton yang tersebar pada sentra produksi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Tenggara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan.
“Di tengah pandemi saat ini, komoditas yang naik tajam adalah produksi buah-buahan. Masyarakat menyadari pentingnya mengkonsumsi buah-buahan di tengah pandemi. Apalagi bagi yang kena Covid-19 membutuhkan vitamin C guna meningkatkan imun dan salah satu favoritnya adalah jeruk. Provitas jeruk kita mencapai 2,5 juta ton dengan konsumsi sekitar 1-1,2 juta ton artinya surplus. Jadi ini sesuatu yang membanggakan,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto pada bimtek online bertajuk Produksi Benih Jeruk Bermutu Mendukung Kawasan Jeruk, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Prihasto mengatakan Indonesia adalah negara yang memiliki jenis paling beragam mulai dari jeruk siam, siam madu, keprok, Pontianak, nipis dan lain-lain. Pengembangan jeruk dimulai dari sektor hulunya yaitu perbenihan. Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sesuai dengan empat fokus Kementan wujudkan pertanian yang maju, mandiri, dan modern.
“Kalau tidak ada upaya pengembangan jeruk ke depan maka bisa-bisa jeruk lokal kita menurun. Salah satunya yang dilakukan Ditjen Hortikultura dalam mendorong buah-buahan lokal adalah pembentukan kampung hortikultura,” jelas Prihasto dihadapan 1.879 peserta yang tergabung di Zoom Meeting dan YouTube.
Faktor utama pengembangan kampung buah tidak terlepas dari kualitas benih yang dihasilkan terlebih kampung buah diciptakan berskala ekonomi. Oleh karena kesuksesan pembangunan kawasan sangat bergantung pada mutu benih, maka berdasarkan Permentan 23/2021 hal-hal terkait pemurnian varietas, sertifikat kompetensi produsen dan pengedar benih, sertifikasi sistem manajemen mutu, produksi benih serta sertifikasi dan pengawasan peredaran benih menjadi perhatian pemerintah.
“Masih terdapat permasalahan di perbenihan jeruk yang seringkali ditemui antara lain sarana prasarana produksi benih jeruk (screen house BF dan BPMT) tidak terawat dengan baik, bahkan sebagian tidak berfungsi,” ujar Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman, dalam kesempatan yang sama, seperti dalam siaran persnya.
Selain itu, kata Liferdi, kadang ditemui mata entres dari pohon induk yang tidak jelas. Permintaan benih jeruk dalam skala besar dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Pengawasan dan sertifikasi benih belum berjalan sesuai aturan yang berlaku serta masih banyak benih yang tidak jelas asal usulnya diperdagangkan.
“Alur proses produksi benih jeruk bebas penyakit dimulai dari penentuan calon pohon induk, penyambungan tunas pucuk, indeksing, proses pengawasan dan sertifikasi bibit pada blok fondasi, blok penggandaan mata tempel baru diterima oleh petani,” jelas Liferdi.
Liferdi menjelaskan, pohon induk jeruk bebas penyakit diklasifikasikan sebagai benih penjenis/(breeder seed), benih dasar / blok fondasi (foundation seed), dan benih pokok / blok penggandaan mata tempel (BPMT/stock seed).