REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengawasan penggunaan Dana Desa terus menjadi perhatian. Inspektorat Jenderal Irjend Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat pada 2020 masih ditemukan pengaduan masyarakat terkait penggunaan Dana Desa ini, sebanyak 416 aduan.
Hal itu dipaparkan Irjend Kemendes PDTT, Ekatmawati terkait akuntabilitas dan pengawasan dana desa pada program acara Akademi Desa. Acara ini ditayangkan secara online di youtube Channel Kemendes PDTT dari Kantor Kemendes PDTT).
Dalam paparannya Ekatmawati menjelaskan dalam pengawasan dana desa, Kemendes PDTT telah bersinergi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ketiga Kementerian ini, kata dia, bersinergi dalam pemantauan dan evaluasi terhadap Peraturan Bupati/Wali Kota.
Pemantauan peraturan Bupati/Wali Kota itu, sambung dia, mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran dana desa. Termasuk di dalamnya, realisasi penyaluran RKUN ke RKD, sisa dana desa di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan Rekening Kas Desa (RKD).
"Kami juga bersinergi terhadap penggunaan dana desa sesuai dengan prioritas yang ditetapkan, lalu terhadap ketercapaian hasil penggunaan dana desa dan proses administrasi penyaluran dana desa," kata Ekatmawati, Kamis (12/8).
Lebih lanjut, Ekat sapaan akrabnya, memaparkan dalam pengawasan dana desa, kemendes telah melakukan beberapa upaya pengawasan. Diantaranya, yakni melalui Inspektur investigasi khusus dan pengawasan penggunaan dana desa, pembentukan tim saber pungli yang bekerjasama dengan Kepolisian, Kejaksaan, Ombudsman dan KPK.
"Kita juga membuka unit penanganan pengaduan melalui Call Center dan SMS center di 1500040 serta Media Sosial Kemendes PDTT. Selain itu juga melalui peningkatan peran pendamping desa dalam mengawasi penggunaan dana desa," katanya.
Mengenai pengaduan masyarakat yang diterima Kemendes PDTT melalui Inspektorat Jenderal Kemendes PDTT, Ekat menyebutkan pada 2020 terdapat 416 pengaduan. Dari angka tersebut berdasarkan hasil telaah terdapat 39 yang ditindak lanjuti dan 317 yang tidak ditindaklanjuti. Alasannya karena tidak memenuhi unsur kriteria atau bukti untuk ditindaklanjuti.
"Dari yang sudah ditindaklanjuti tersebut kemudian diserahkan kepada Inspektorat Kabupaten, dengan hasil yang sudah di tindaklanjuti sebanyak 4 pengaduan dan 35 pengaduan yang belum ditindaklanjuti karena kami belum menerima informasi lebih lanjut," katanya.
Untuk tahun ini, hingga pertengahan 2021, menurut dia, terdapat sebanyak 28 pengaduan. Dari angka tersebut berdasarkan hasil telaah terdapat 6 yang ditindak lanjuti dan 10 yang tidak ditindaklanjuti, karena tidak memenuhi unsur kriteria atau bukti untuk ditindaklanjuti.
Dari yang sudah ditindaklanjuti tersebut kemudian diserahkan kepada Inspektorat Kabupaten. Dimana hasil yang sudah di tindaklanjuti sebanyak 2 pengaduan dan 4 pengaduan yang belum ditindaklanjuti, karena belum menerima informasi lebih lanjut.
Ekatmawati menjelaskan ada penyebab pengaduan tidak dapat ditindaklanjuti. Pertama karena identitas pelapor dan kontak person tidak jelas atau ditidak dilampirkan. Lalu yang kedua, menurut dia, karena pengaduan yang disampaikan tidak dapat menjabarkan adanya indikasi penyelewengan dana desa.
"Kemudian yang ketiga adanya kelengkapan pengaduan yang tidak dilengkapi bukti-bukti yang jelas tentang penyimpangan penggunaan dana desa," katanya.
Dalam mendukung pengawasan dana desa, Inspektorat Jenderal Kemendes PDTT telah memiliki agenda, yakni melaksanakan pemantauan dan koordinasi tindaklanjut pengawasan dana desa. Termasuk pihaknya juga melaksanakan telaah atas pengaduan masyarakat tentang dana desa, koordinasi tindaklanjut dengan Inspektorat Kabupaten/Kota untuk melaksanakan joint audit.
"Kami juga melaksanakan sosialisasi kanal pengaduan masyarakat, percepatan tim monitoring ke daerah atas tindak lanjut terkait pengaduan dana desa. kami juga mengusulkan peningkatan kompetensi auditor melalui diklat teknis dan substantif," katanya.
Amri Amrullah