REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Tiga pengunjuk rasa Thailand terluka oleh tembakan gas air mata dan peluru karet polisi. Unjuk rasa di ibu kota Bangkok ini memprotes penanganan pandemi Covid-19 pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Angka kasus positif Covid-19 di negara Asia Tenggara itu terus melonjak. Pada demonstrasi hari ketiga Jumat (13/8) kemarin, Thailand melaporkan 23.418 kasus infeksi baru Covid-19.
Aljazirah melaporkan kasus infeksi Sabtu (14/8) mulai menurun menjadi sekitar 22 ribu kasus infeksi dan 217 kasus kematian. Total kasus infeksi di Thailand sejak awal pandemi menjadi lebih dari 900 ribu kasus dan 7.300 kasus kematian.
Bangkok Post melaporkan istri almarhum mantan perdana menteri Chatichai Choonhavan, Thanpuying Boonruen Choonhavan, meninggal dunia pada usia 101 karena Covid-19. Lambannya program vaksinasi dan kesulitan ekonomi karena pembatasan ruang gerak menambah tekanan politik.
Pengunjuk rasa di Bangkok berkumpul di perempatan Victory Monument. Tidak hanya mengabaikan larangan berkumpul, mereka juga membakar buah-buahan busuk sebagai simbol kesulitan ekonomi petani.
"Buah-buahan ini tidak bisa dijual karena pemerintah gagal untuk menanggulangi virus dan kesulitan ekonomi," kata salah seorang pengunjuk rasa.
Demonstran mencoba bergerak ke dalam kediaman Prayuth yang dijaga militer. Pengunjuk rasa membawa spanduk besar bertuliskan 'Prayuth harus segera mundur'.
Polisi menggunakan pagar kawat dan kotak-kotak kontainer untuk menghalangi pengunjuk rasa. Sementara petugas menembakan gas air mata, peluru karet, dan water canon.
Deputi juru bicara Kepolisian Nasional Thailand Kissana Phathanacharoen mengatakan pengunjuk rasa menyerang petugas dengan bom pingpong, ketapel, batu bata, dan petasan. Empat belas sepeda motor ikut diledakkan.