REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menyampaikan, pengkajian ulang Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Ahmadiyah akan mempertimbangkan fatwa yang telah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Semua fakta harus dilihat. Fakta sudah ada surat edaran (SKB 3 Menteri), dan fatwa MUI juga sebagai satu fakta lain. Juga ada fakta sosiologis yang memiliki penolakan luar biasa. Semua fakta dipertimbangkan untuk kemudian kita mengambil kesimpulan bersama," tutur dia kepada Republika.co.id, Rabu (15/9).
Kamaruddin mengatakan, keputusan yang akan diambil tentu tidaklah sederhana. Sebab, pengkajian dilakuakn dengan perspektif yang komprehensif dan menyeluruh supaya tidak ada yang dirugikan.
Termasuk juga perspektif hak asasi manusia dan perlindungan terhadap hak warga negara karena tidak boleh ada perlakuan diskriminatif.
"Dan SKB itu untuk saat ini dianggap sebagai titik yang cukup kompromistis yang memberikan perlindungan kepada semua pihak. Makanya, dalam membuat SKB itu pun melibatkan semua pihak termasuk Ahmadiyah. Jadi memang tidak sederhana," tuturnya.
Fatwa MUI tercantum Fatwa Nomor 11 tahun 2005 tentang Aliran Ahmadiyah yang ditetapkan dalam Munas VII MUI 2005. Fatwa itu menegaskan kembali fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam).
Kedua, bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan Alquran dan hadits.
Ketiga, pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran paham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.