Selasa 21 Sep 2021 10:47 WIB

Top 5 News: Babinsa Dipanggil Polres, Napoleon Aniaya M Kece

Babinsa diperiksa polisi karena membela warga yang tanahnya diserobot PT Ciputra.

Red: Karta Raharja Ucu
Inspektur Kodam (Irdam) Merdeka, Brigadir Jenderal (Brigjen) Junior Tumilaar.
Foto:

3. Aniaya M Kece, Irjen Napoleon: Saya Tanggung Jawab

JAKARTA -- Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte akhirnya mengakui diri telah melakukan penganiyaan terhadap penista agama M Kece di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Dalam surat pengakuan resmi yang disampaikan pengacaranya, Haposan Batubara, mantan kadiv Hubinter Mabes Polri itu mengaku siap bertanggung jawab, dan menerima semua risiko dari aksinya terhadap M Kece.

“Saya akan mempertanggung-jawabkan semua tindakan saya terhadap M Kace (Kece). Apa pun risikonya,” kata Napoleon, dalam surat terbuka yang diterima Republika, Ahad (19/9).  Irjen Pol Napoleon Bonaparte

Dalam surat terbuka tersebut, ada empat hal yang menjadi alasan bagi terpidana kasus suap red notice Djoko Tjandra itu, melakukan tindakan kekerasan yang sepihak terhadap M Kece di dalam sel tahanan. 

Meskipun dalam surat tersebut, Napoleon tak menjelaskan tindakan sepihak seperti apa yang ia lakukan. Namun, Napoleon menegaskan, aksi sepihaknya itu, murni atas dasar keyakinannya sebagai warga negara Indonesia yang beragama.

“Alhamdulillah… Bahwa saya dilahirkan sebagai seorang Muslim, dan dibesarkan dalam ketaatan agama Islam, yang Rahmatan Lil ‘Alamin,” ujar Napoleon.

Baca berita selengkapnya di sini.

4. Pakar: Jangan-Jangan Kisruh TWK KPK Bukan Soal Hukum

 JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menduga, kisruh mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan lagi persoalan hukum. Sebab, menurutnya, KPK tidak bisa membaca secara utuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA) yang berkaitan dengan TWK KPK.

"Jangan-jangan ini beyond hukum, jangan-jangan itu, dan itu sebenarnya yang harus kita waspadai," ujar Zainal dalam diskusi publik daring bertajuk "Akhir Nasib Pemberantasan Korupsi', Ahad (19/9).

Direktur Eksekutif Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar.

Dia menjelaskan, putusan MK berada di wilayah norma yang memutuskan apakah aturan perundangan-undangan konstitusional atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. MK tidak mempersoalkan fakta dari pelaksanaan ketentuan yang dinyatakan konstitusional itu oleh suatu pihak.

Zainal mengatakan, sederhananya MK memutuskan kegiatan atau kewenangan KPK dalam menyelenggarakan TWK adalah konstitusional. Namun, tidak berarti MK membenarkan mekanisme atau proses yang terjadi ketika KPK melaksanakan ketentuan konstitusional itu.

Baca berita selengkapnya di sini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement