REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makna sholat adalah dzikir, bacaan, munajat dan dialog antara seorang hamba dengan Allah SWT. Semua ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan menghadirkan hati saat melaksanakan.
Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin: Rahasia Ibadah terjemahan dari Republika Penerbit menjelaskan munajat kepada Allah SWT tidak akan terwujud jika di dalam sanubari hamba yang mendirikan sholat itu justru kosong tanpa makna komunikasi.
"Tujuan membaca Alquran dan dzikir kepada Allah SWT dalam sholat adalah untuk memuji, menyanjung, dan merendahkan diri di hadapan-Nya semata," demikian penjelasan al-Ghazali, ulama yang lahir di kota Thusi pada 1058 M dan wafat pada 1111 M.
Jika qalbu (hati) lengah dan tidak hadir saat sholat, serta tidak mengetahui Allah SWT hadir (melihat dan memandang) di hadapan orang yang berbicara dengan-Nya, maka sudah seharusnya dipahami lidahnya bergerak hanya karena mengikuti kebiasaan semata tanpa makna.
Bila itu yang terjadi, yaitu seorang hamba sholat tanpa makna, maka hamba tersebut telah sangat jauh dari tujuan sholat itu sendiri. Sebab tujuan sholat adalah menghidupkan dan memperbarui dzikir kepada Allah SWT. Sholat diharapkan bisa mengukuhkan ikatan keimanan hamba kepada Allah dalam sanubarinya.
Rasulullah SAW bersabda, "Terkadang seseorang mengerjakan sholat tetapi tidak dicatat (diterima) oleh Allah bahkan hanya seperenam atau sepersepuluhnya. Dengan kata lain, yang ditulis dari sholat hamba tersebut hanyalah apa yang dilakukannya secara sadar." (HR Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibnu Hibban)
Kesimpulannya, sebagaimana disampaikan al-Ghazali sikap khusyu dan kehadiran qalbu dalam mendirikan sholat merupakan inti dan ruh dari pelaksanaan sholat itu sendiri.