Rabu 29 Sep 2021 21:15 WIB

Prancis Dorong Iran ke Perundingan Kesepakatan Nuklir

Prancis mendorong Iran segera kembali ke pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi tiba pada konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama, menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi tiba pada konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama, menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Pemerintah Prancis mendorong Iran segera kembali mengikuti pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir 2015 dengan negara kekuatan dunia di Wina, Austria. Menurutnya, hal tersebut penting guna menghindari eskalasi.

“Tidak ada yang menginginkan eskalasi. Namun untuk menghindari hal itu, Iran harus segera kembali ke meja perundingan,” kata pejabat kantor kepresidenan Prancis pada Selasa (28/9).

Baca Juga

Menurut dia, tidak perlu menetapkan syarat-syarat baru karena parameter untuk kesepakatan sudah jelas. Ia mengimbau negara-negara kekuatan dunia yang terlibat dalam negosiasi dengan Iran tetap bersatu. Dia secara khusus mendorong China mengekspresikan dirinya dan bertindak dengan lebih tegas.

Dia mengatakan, semakin lama pembicaraan tak dimulai kembali, semakin sulit menarik para pihak ke meja perundingan. Iran pada Selasa lalu menolak seruan Amerika Serikat (AS) memberikan akses kepada inspektur PBB ke situs nuklir. Teheran menyebut, Washington tak memenuhi syarat untuk menuntut inspeksi tanpa mengutuk serangan sabotase terhadap fasilitas tersebut.

"Negara-negara yang tidak mengutuk tindakan teroris terhadap situs nuklir Iran tidak memenuhi syarat untuk mengomentari inspeksi di sana," kata Kepala Organisasi Energi Atom Iran Mohammad Eslami saat berkunjung ke Moskow.

Kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) antara Iran dan negara kekuatan dunia yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta China. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.

Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan.

Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement