REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Marhaen Jumadi, menjadi salah satu saksi dalam sidang lanjutan perkara jual beli jabatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dalam perkara ini, Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahmat Hidayat duduk sebagai terdakwa.
"Saya tidak tahu banyak mengenai mutasi jabatan yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Sebab itu merupakan kewenangan penuh Bupati," kata Marhaen di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin I Ketut Suarta, Senin (18/10).
Marhaen menjabat Wakil Bupati Nganjuk saat terdakwa Novi Rahmat Hidayat dalam perkara yang disidangkan ini bertindak sebagai Bupati. Marhaen kemudian dilantik Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai Plt Bupati Nganjuk, setelah Novi Rahmat Hidayat ditetapkan sebagai tersangka agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan.
"Saat menjabat Wakil Bupati saya tidak pernah dimintai pendapat terkait mutasi jabatan dan memang tak ada kewajiban," ujarnya menegaskan.
Salah satu kuasa hukum terdakwa lantas bertanya apakah Marhaen pernah dimintai uang sebagai ucapan terima kasih kepada Bupati Novi dalam kapasitasnya sebagai pejabat? "Tidak pernah," ucap Marhaen.
Dalam persidangan kemarin, total ada sebanyak 13 saksi yang dihadirkan. Selain Marhaen, kebanyakan saksi lainnya adalah aparatur sipil negara (ASN) yang baru saja naik jabatan minimal setingkat kepala seksi.
Sama seperti persidangan sebelumnya, para saksi yang baru saja naik jabatan itu mengaku dimintai uang sebagai "ucapan terima kasih" dengan nominal beragam, mulai dari Rp 10 juga hingga Rp 50 juta. Namun hingga persidangan hari ini, tak satu pun saksi ASN yang telah dilantik dengan jabatan barunya mengaku dimintai uang oleh Bupati Novi.
Mereka di persidangan justru mengaku dimintai uang "ungkapan terima kasih" oleh pejabat setingkat kepala desa. "Saya tidak pernah memerintahkan para kepala desa untuk minta uang," ujar terdakwa Novi.
Novi Rahman Hidayat menjadi terdakwa setelah tertangkap tangan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) pada 9 Mei 2021, dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Nganjuk Andie Wicaksono mendakwa Novi telah menyalahgunakan kekuasaannya. Terdakwa Novi Rahman Hidayat dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.