Rabu 17 Nov 2021 22:26 WIB

Jaksa Agung Diusulkan tak Lagi Langsung Dipilih Presiden

Jaksa Agung idealnya tidak dipilih berdasarkan penunjukkan oleh presiden.

Gedung Bundar Jam Pidsus yang terletak di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Gedung Bundar Jam Pidsus yang terletak di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Febrianto Adi Saputro

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri Nursyamsi, mengusulkan agar jabatan Jaksa Agung tak dipilih langsung oleh presiden. Hal itu disampaikan Fajri dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR hari ini, Rabu (17/11). 

Baca Juga

"Jaksa Agung idealnya tidak dipilih berdasarkan penunjukkan oleh presiden, tapi berdasarkan mekanisme diatur dalam undang-undang," kata Fajri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17/11).

Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan untuk tetap menjaga independensi jabatan Jaksa Agung. Karena itu ia berharap di dalam undang-undang kejaksaan yang tengah dibahas DPR, perlu ada mekanisme yang  memastikan bahwa tahapan seleksi, pemilihan hingga penetapan dilakukan dalam sebuah prosedur yang melibatkan banyak pihak. 

"Kami mengusulkan ada prosedur berupa seleksi calon Jaksa Agung dilakukan oleh tim independen yang diisi oleh para ahli dan profesional hukum. Dalam hal ini memang tim seleksi tim independen ini dikhususkan untuk melihat calon terbaik potensinya dan disesuaikan dengan kebutuhan kelembagaan dari kejaksaan itu sendiri," ujarnya.

"Kami mengusulkan tim ini menghasilkan tiga calon dan kemudian diajukan kepada presiden untuk dipilih," imbuhnya.

Selain itu, PSHK juga mengusulkan agar masa jabatan Jaksa Agung tidak bergantung pada kabinet dan penunjukkan atau pemberhentian oleh presiden, tetapi ditetapkan selama lima tahun dan dapat diberhentikan dengan alasan pelanggaran hukum dan kode etik. Dengan mekanisme tersebut maka isu terkait dari mana Jaksa Agung berasal menjadi isu yang tidak lagi relevan. Kemudian PSHK juga mengusulkan agar pemberhentian Jaksa Agung tidak bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan presiden. 

"Karena kontinuitas kewenangan Jaksa Agung harus jadi yang utama karena terkait aspek penegakan hukum," tuturnya.

Ketua Panja RUU Kejaksaan, Adies Kadir, merespons positif usulan PSHK Indonesia agar jabatan Jaksa Agung tak dipilih langsung oleh Presiden, melainkan melalui sistem seleksi. Menurut Adies usulan tersebut merupakan masukan yang bagus. "Itu masukan yang bagus, kami rasa masuk akal," kata Adies.

Wakil Ketua Komisi III DPR itu menuturkan, jika usulan itu diterima, maka proses rekrutmen calon Jaksa Agung akan sama seperti proses seleksi komisioner KPK yang diseleksi oleh tim seleksi untuk kemudian dilakukan fit and proper test sebelum nantinya dibawa ke Presiden. Dirinya mengaku tidak mempersoalkan hal tersebut.

"Kalau ini (Jaksa Agung) juga mau dibentuk timsel pemilihan Jaksa Agung dan lain-lain kemudian di-fit and proper di Komisi III seperti kepolisian, panglima TNI, komisioner KPK, dan lainnya ya monggo-monggo saja, nanti kita lihat," ujarnya.

Dikatakan Adies, Komisi III saat ini masih menampung masukan dari semua pihak. Rencananya Komisi III juga akan berkeliling ke sejumlah universitas untuk meminta masukan terkait penyusunan RUU Kejaksaan. Prinsipnya Komisi III mendukung semangat menjaga independensi Kejaksaan Agung.

"Paling tidak perbaikan untuk kejaksaan ke depan," ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement