REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Prof Quraish Shihab mengatakan, umat zaman dulu saling mengucapkan salam. Meski ucapan salam umat zaman dulu tidak ada pahalanya karena mereka masih kafir.
"Pada masa Jahiliyah, masyarakatnya bila bertemu saling mengucapkan salam antara lain yang berbunyi 'hayyaka Allah' yakni semoga Allah memberikan untukmu kehidupan, dari sini kata tahiyyah secara umum dipahami dalam arti mengucapkan salam," tulis Prof Quraish Shihab dalam Tafsirnya Al-Misbah.
Islam datang mengajarkan salam bukan dengan kayyaka an'im shabafaan selamat pagi dan an'im masa'an, tetapi yang diajarkannya adalah assalamu ‘alaikum, bahkan kata inilah yang diucapkan Allah kepada mereka yang beriman dan memperoleh anugerah-Nya.
"Kepada mereka dikatakan 'Salam' sebagai ucapan dari Tuhan Yang Maha Penyayang” (QS. Yasin ayat 58).
Kepada para nabi, Allah mengucapkan/mencurahkan salam (baca antara lain sekian banyak ayat dalam QS. as-Shaffat ayat 79, 109, 120, 130, 181. Penghuni surga dipersilahkan masuk ke surga dengan salam (QS. Qaf ayat 34).
Bukan hanya ketika meninggal dunia mereka mendengar ucapan salam, sapaan antara mereka pun di surga adalah salam (QS. Yunus ayat 10 dan al-Furqan ayat 63). Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam dan salam” (QS. al-Waqi‘ah ayat 26).
Dalam interaksi sosial, Allah dan Rasul-Nya berpesan agar menyebarluaskan kedamaian antar seluruh anggota masyarakat, kecil atau besar, dikenal atau tidak dikenal. Ketika Nabi saw. Ditanya tentang praktek keislaman yang baik, beliau bersabda:
"Memberi pangan dan mengucapkan
salam kepada yang Anda kenal dan yang tidak Anda kenal” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wajar digarisbawahi kalimatnya tidak Anda kenal dalam sabda Nabi SAW di atas. Ucapan yang diajarkan dan dianjurkan Islam bila bertemu dengan sesama, bukan sekadar as-salamu Alaikum, tetapi ditambah lagi dengan wa rahmatullahi wa barakatuh, rahmat dan
berkah ini, untuk menunjukkan bahwa bukan hanya keselamatan dari kekurangan dan aib yang diharapkan kepada mitra salam, tetapi juga rahmat Allah dan berkah, yakni aneka kebajikan-Nya juga kiranya tercurah.
Salam damai yang dipersem bahkan harus dinilai sebagai satu penghormatan dari yang mempersembahkannya. Di sisi lain, damai yang
didambakan adalah perdamaian yang langgeng, dan tidak semu. Karena itu salam yang dianjurkan Alquran bukan saja yang serupa dengan salam yang ditawarkan oleh pihak lain, tetapi yang lebih baik.
"Begitu pesan ayat ini," katanya.
Itu sebabnya, kata Prof Quraish Shihab, ketika para malaikat datang berkunjung kepada N'abi Ibrahim as. dan mereka berkata: 'Salaman,' beliau menjawab mereka dengan salam. Ucapan malaikat salama dipahami bermakna aku mengucapkan salam (kata salaman di sini berkedudukan sebagai objek ucapan) sedang ucapan Nabi Ibrahim AS adalah Salam bermakna keselamatan mantap dan terus menerus menyertai kalian.
"Demikian beliau menjawab sambutan damai dengan yang lebih baik, bahkan dalam ayat di atas, bukan saja sekadar doa dan sambutan yang lebih baik, tetapi disertai dengan jamuan makan yang sanga lezat," katanya.