REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan majelis hakim tindak pidana korupsi (PN TIpikor) atas vonis terhadap terpidana rasuah, Richard Joost Lino (RJ Lino). Padahal, vonis terhadap terpidana korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) itu masih di bawah tuntutan Jaksa KPK.
"KPK mengapresiasi putusan majelis hakim dalam persidangan perkara korupsi pengadaan QCC dengan terdakwa mantan direktur utama PT Pelindo II RJ Lino," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (15/12).
Ali mengatakan, putusan majelis hakim sekaligus menuntaskan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan oleh KPK. Dia melanjutkan, terlebih pengusutan perkara tersebut juga telah memakan waktu hingga lintas tiga periode kepemimpinan lembaga antirasuah.
Dia mengungkapkan, lamanya waktu pengusutan perkara disebabkan karena adanya kendala penghitungan kerugian keuangan negaranya. Sebabnya, KPK juga mengapresiasi putusan majelis hakim yang menilai perbuatan mantan Direktur Utama PT Pelindo II itu telah merugikan negara sekitar Rp 28 miliar.
Terjadi perbedaan dalam penghitungan kerugian negara antara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dalam perkara ini. Perbedaan terkait penghitungan keuntungan pada perusahaan pengadaan QCC yaitu Wuxi Huadong Heavy Machinery (HDHM) asal China.
Ali mengatakan, KPK mengapresiasi majelis hakim yang telah mempertimbangkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Accounting Forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK. Menurutnya, hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi bahwa KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK dan BPKP yang memiliki kewenangan tersebut.
"Dalam putusannya, majelis kemudian menilai bahwa perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara hingga 1,99 dolar AS juta atau sekitar Rp 28 miliar," katanya.
KPK menilai, putusan majelis hakim telah menjunjung tinggi asas-asas penegakkan hukum tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime. Ali mengatakan, putusan itu tidak hanya memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara.
Baca Juga: Dani Alves Gugup Perkuat Barcelona Lawan Boca Juniors
Seperti diketahui, majelis hakim PN Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis penjara 4 tahun penjara kepada RJ Lino pada Selasa (14/12) lalu. RJ Lino juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim mengatakan bahwa RJ Lino terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan dan pemeliharaan tiga QCC untuk PT Pelindo II. Di mana kasus ini dalam prosesnya terdapat kerugian keuangan negara.
Kendati demikian, vonis tersebut masih lebih rendah dari gugatan Jaksa KPK yang menuntut hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hal-hal yang memberatkan putusan hakim terhadap RJ Lino yakni, karena perbuatannya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal yang meringankan yakni, terdakwa RJ Lino dinilai bersikap sopan dan tidak berbelit-belit. Kemudian, terdakwa RJ Lino juga dianggap berbuat banyak untuk perusahaan tempat bekerja dan membuat perusahaan untung. Terdakwa juga belum pernah dipidana.