REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Dua staf Save the Children yang hilang setelah serangan militer di negara bagian timur Myanmar dipastikan telah tewas. Organisasi mengkonfirmasi dua stafnya termasuk orang-orang yang dibakar hidup-hidup oleh militer Myanmar.
"Dengan kesedihan yang mendalam, kami mengonfirmasi bahwa dua staf kami termasuk di antara mayat-mayat yang terbakar yang ditemukan di Myanmar setelah serangan oleh militer pada Malam Natal. Keduanya adalah ayah baru yang bekerja di bidang pendidikan untuk anak-anak," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan yang diposting di media sosial, dikutip laman CNN, Rabu (29/12).
"Dewan Keamanan PBB harus bersidang dan mengambil tindakan untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab," katanya menambahkan.
Pada Jumat (24/12) pekan lalu, kelompok hak asasi manusia setempat melaporkan sekurangnya 30 warga sipil termasuk wanita dan anak-anak telah tewas dan dibakar ketika ditemukan di dekat Kotapraja Hpruso di negara bagian Kayah yang juga dikenal sebagai daerah Karenn. Militer yang berkuasa di Myanmar belum mengomentari insiden ini dan juru bicara bicara junta Zaw Min Tun tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Media pemerintah melaporkan tentara telah menembak dan membunuh sejumlah teroris dengan senjata yang tidak ditentukan dari pasukan yang memerangi pemerintah militer. Media pemerintah tidak mengatakan apa-apa tentang korban sipil.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan kemanusiaan dan koordinator bantuan darurat, Martin Griffiths mengatakan laporan pembunuhan warga sipil dapat dipercaya. "Saya mengutuk insiden menyedihkan ini dan semua serangan terhadap warga sipil di seluruh negeri, yang dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional," katanya dalam sebuah pernyataan.