Kamis 03 Feb 2022 00:56 WIB

DPR: Revisi UU PPP Akomodasi Metode Omnibus

Revisi PPP diklaim perlu segera dilakukan karena berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Sejumlah massa buruh melaksanakan Shalat Jumat disela aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/1/2022). Aksi tersebut menuntut dihentikannya pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang direncanakan oleh DPR untuk dimasukan ke dalam Program Legilasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa buruh melaksanakan Shalat Jumat disela aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/1/2022). Aksi tersebut menuntut dihentikannya pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang direncanakan oleh DPR untuk dimasukan ke dalam Program Legilasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Legislasi (Baleg) menggelar rapat penyusunan revisi revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP). Revisi tersebut akan mengakomodasi metode omnibus dalam rangka perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Satu, mengakomodasi metode omnibus. Dua, lalu kemudian memperjelas partisipasi masyarakat," ujar Kepala Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul dalam rapat pleno RUU PPP, Rabu (2/2/2022).

Baca Juga

Selanjutnya, arah pengaturan dalam RUU PPP adalah perbaikan kesalahan setelah persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR. Kemudian, akan mengatur Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berbasis elektronik.

"Lima, perubahan sistem pendukung, yaitu melibatkan pejabat unsur lain yang terkait pembentukan Peraturan Pembentukan Perundang-undangan," ujar Inosentius.

Ia menjelaskan, UU PPP yang ada saat ini belum mengadopsi metode omnibus. Hal ini membuat Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Sementara dalam praktik ketatanegaraan membutuhkan suatu metode yang bisa memperbaiki undang-undang melalui satu undang-undang.

"Sehingga memang saran ini kami mengatakan perlu segera karena khusus untuk revisi kali ini ada kaitannya dengan nasibnya UU Cipta Kerja. Kalau ini cepat diselesaikan, maka Cipta Kerja bisa diproses," ujar Inosentius.

"Tapi kalau ini belum, maka Cipta Kerja juga belum bisa. Maka kami berpandangan bahwa memang ini sangat dibutuhkan untuk bisa dilanjutkan dengan revisi UU Nomor 11 Tahun 2020," sambungnya.

Nantinya, pengertian metode omnibus akan dicantumkan dalam Pasal 1 ayat 2a. Di mana omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan menambah materi baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama.

"Artinya undang-undang harus bisa diubah dengan undang-undang, lalu kemudian hierarkinya sama. Dengan menggabungkan ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu," ujar Inosentius.

Seperti diketahui, MK meminta pemerintah dan DPR segera memperbaiki UU Cipta Kerja. Jika dalam dua tahun UU Cipta Kerja tidak diperbaiki, maka omnibus law Cipta Kerja tersebut menjadi inskonstitusional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement