Senin 07 Feb 2022 17:37 WIB

Baleg Sepakati 15 Poin Revisi UU PPP untuk Perbaikan UU Ciptaker

Poin pertama dalam revisi memasukkan pengertian omnibus law pada Pasal 1 UU PPP.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (21/2).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyepakati poin-poin yang akan direvisi dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP). Revisi UU PPP ini dalam rangka perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Terdapat 15 poin yang akan direvisi dalam UU PPP.

Pertama, memasukkan pengertian omnibus law sebagai metode pembentukan perundang-undangan. Pengertiannya akan dimasukkan dalam pasal 1 dalam RUU PPP tersebut.

Baca Juga

Adapun pengertian omnibus law adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan, dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama.

Dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu. "Dua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Tiga, perubahan Pasal 9 RUU, dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan pemerintah," ujar Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dalam rapat pleno RUU PPP, Senin (7/2/2022).

Poin keempat adalah perubahan Bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan judul 'Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus'. Lima, penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

Enam, perubahan Pasal 58 yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD provinsi dan dari gubernur. Serta, Peraturan Daerah kabupaten/kota yang berasal dari DPRD kabupaten/kota serta Peraturan Kepala Daerah Provinsi dan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Tujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1a) yang mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus," ujar Baidowi.

Poin selanjutnya adalah perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1a) dan (1b) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan presiden. Berikutnya, perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat baru, yaitu ayat (1) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh Kementerian Sekretariat Negara dalam hal masih terdapat kesalahan ketik setelah RUU yang telah disetujui bersama disampaikan oleh DPR ke Presiden untuk disahkan dan diundangkan.

"10, perubahan Pasal 95A RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (3a) dan ayat (3b) terkait pengaturan mengenai kegiatan pemantauan dan peninjauan undang-undang yang dilakukan oleh DPD dan pemerintah," ujar Baidowi.

Ke-11, perubahan Pasal 96 yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Poin selanjutnya, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C.

Adapun ketiga pasal tersebut akan mengatur, peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dengan mengubah peraturan perundang-undangan dimaksud. Lalu, pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik. Terakhir ihwal pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi.

Poin ke-13, perubahan Pasal 99 RUU yang menggantikan frasa 'peneliti' dengan frasa 'analis legislatif'. Berikutnya, perubahan Lampiran I RUU yang mengatur mengenai naskah akademik. "Terakhir, perubahan Lampiran II RUU yang mengatur mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," sambungnya.

"Apakah draft rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 bisa kita proses untuk mendapatkan persetujuan di tingkat berikutnya?" tanya Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dijawab setuju oleh peserta rapat yang hadir.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement